Saturday, November 17, 2007

AKAR

Buat : Bodhi

Sama denganmu, aku juga ingin cepat mati.
tapi ternyata malaikat maut tak mau menyentuh ubun-ubunku, dan Tuhan pun agaknya masih ingin menghukumku di neraka ini (dunia). bagaimana harus ku mulai perjalananku, kota ini saja terlalu luas untuk ku arungi. ini kota seperti tak berbatas. setiap kali aku merasa ada di garis batas kota ini, tiba-tiba aku seolah berpindah tempat ke pusat kota ini lagi. sudah ku habiskan berapa versi peta yang kugunakan dan akhirnya terpaksa ku deportasi ke tong sampah. kau telah bolak-balik vietnam-laos-kamboja, dan aku masih berkutat mencari batas kota ini. aku mimpi suatu hari aku berada dihampran luas ladang ganja, aku memetiknya seperti yang kau lakukan. lalu aku bertemu seorang lelaki yang ku kira itu adalah Luca. mendengar ceritamu tentang Luca, aku jadi sangat tertarik dengan cara dia menjungkir-balikan hidup ini. aku ingin seperti dia, dengan mudah saja bisa bebas melayang dengan satu hisapan ganja hasil lintingannya yang lebih besar dari rokok Dji Sam Soe dan lebih rapi dari A mild.

tapi jujur saja aku bukan perokok aktif. hanya saja sekali-kali kuhisap itu rokok untuk membuatku tersedak, supaya sadar seluruh organ tubuhku dan otak ku akan realita hidup yang makin lama menjadi pahit. menghisap ganja pernah sekali, pusing sekali rasanya, seperti baru saja kepala ini di kocok didalam blander.
bagaimana kabar Star?
ah, Wanita selalu begitu. membuat kita lebih pusing dari pada ujian matematika atau kimia ketika SMA. aku juga pernah kenal gadis sepeti Star, dia dari golongan Gemini. ku kenal ketika SMA. dan sekarang aku sendiri sudah lupa bagaimana rupanya. yang ku ingat darinya adalah kacamata.
Bodhi, kau masih vegetarian kah?
rugi sekali kalau kau masih vegetarian, dikota ku ini banyak berbagai macam jenis makanan daging yang enak dan lezat. ku jamin lebih lezat dari bibir Star.hehehehe.
setelah mendengar kisahmu, aku kira kita punya satu persamaan. kau tau apa?
kita sama-sama manusia yang "mencari". dan kita sendiri tak tau apa yang sebenar-benarnya kita cari. kau mencari kesejatian hidup, bukan begitu? tapi ku kira kau tak kan pernah menemukannya. karena kesejatian bukan sesuatu yang bisa dicari, tapi dijalani lewat proses.
lebih baik kau banyak dengarkan nasehat-nasehat Bong. dia sangat menarik. aku suka dengan gayanya bercerita. tak ada keraguan. kalau ada lomba orasi, atau pidato, berani bertaruh, dia lah yang akan kujagokan sekalipun musuhnya adalah soekarno.
aku masih penasaran dengan arti tato yang kau buat di dada Star. Akar Kehidupan, apa itu maksudnya?aku hanya menebak, bahwa akar itu adalah simbol kehidupan yang hakiki. seperti jantung pada manusia, sangat penting. ah, aku bingung mengartikan simbol itu. jujur saja aku belum belajar semiotika.
aku turut berduka cita atas kecelakaan yang menimpa Kell. sungguh pria yang malang. tapi akan lebih malang lagi kalau dia harus hidup tanpa kaki gara-gara ranjau jahanam itu.
dia pria tampan yang agaknya kurang beruntung soal cinta. (soal cinta bukan soal istri2 atau wanita). kasian sekali, apakah dewi kuda itu tak menangisi kematian kell. kau tak banyak cerita tentang dewi kuda yang cantik itu. aku mencium bau abu Kell dipantai kemarin sore.
seandainya kau nyata, ingin sekali aku berkenalan denganmu secara langsung. jujur saja aku ingin menjadi murid mu. kalau kau ijinkan. aku ingin pintar menato seperti mu, aku punya beberapa teman yang mungkin rela kalau dijadikan bahan percobaan. lebih lagi aku ingin belajari wushu darimu. suer keren banget aksi mu di ring itu. tak kusangka kau akan memenangkan pertarungan itu. aku jadi ingat kungfu boy ketika melihatmu bertarung. kungfu peremuk tulang.
sekarang kau dimana? masihkah kau akan siaran?
boleh aku pesan satu lagu.
"lossing my religion"

Akar, aku sangat haus, nyaris dehidrasi.
bolehkah ku serup sedikit air dijulur-julurmu.
tapi aku ingin cepat mati, tapi aku juga haus....

mas gombel, es tehnya satu...
"kita hanya anak-anak langit yang tak tahu kapan hujan akan
melenyapkan kita disamudra hindia"

Readmore »»

Sunday, November 11, 2007

Dear Saman

Mungkin cuma suatu kebetulan saja bahwa kau adalah seorang Pastor yang kemudian menjadi seorang aktivis dan Bapak ku adalah sebaliknya seorang aktivis yang kemudian menjadi pendeta.
ditahun yang sama pula 90-an kau ataupun bapakku membuat keputusan untuk merubah alur hidup. Kau ada didaerah prabumulih waktu itu, tepat dimana nenekku dan om ku tinggal. bapakku juga sering ke prabumulih. aku cuma beberapa kali. dan satu lagi hutan karet, mungkin saja salah satu korban pemberantasan hutan karet yang kemudian dijadikan lahan sawit adalah om ku. aku begitu merasa dekat sekali dengan kau. aku juga sering bermain dikebun karet ketika dilampung. rumahku bekas rumah sakit, dan disekelilingnya adalah hutan karet. aku sering main adu biji karet dengan teman-temanku. ketika pagi aku hendak berangkat sekolah sudah tercium duluan bau karet disadap sebelum aku sempat mencium tumis buncis yang sering dimasak ibu pagi hari.

ada suatu malam yang membuatku ketakutan. dua orang laki-laki berperawakan besar dengan jaket hitam yang kemudian aku ketahui bahwa mereka polisi datang kerumahku. bapakku lagi pergi. biasa, bapak memang jarang pulang karena pelayanan ditmpat yang jauh, jadi harus menginap. dua orang itu menemui ibuku. menyerakan surat. entah surat apa. lalu mereka berbincang-bincang sebentar. lalu mereka pulang. ibu memelukku dan mas ku. malam itu juga kami pergi kekantor polisi dipringsewu. buth waktu kira-kira 1/2-1 jam untuk kesana. kami naik mobil bude samuel. aku lupa siapa yang menyetir. kami menemui bapak disana. bapak ditahan polisi. aku sempat mendengar percakapan antara bapakku dan beberapa warga jemaat yang ikut malam itu. katanya bapak ditahan karena ada kasus sengketa tanah dikarangsari. dan bapakku yang dituduh sebagai kompor warga untuk tidak menyerakan tanah pada satu perusahaan sawit. satu minggu bapakku ditahan.
itu terjadi ditahun yang mungkin sama ketika kau diculik. 90-an.
itu sebabnya aku merasa dekat sekali denganmu.
ada rentetan peristiwa yang nyaris sama denganmu yang bapakku alami. ditahun yang nyaris sama. aku baca buku mu ini baru-baru saja. aku begitu menyesal kenapa baru sekarang aku baca buku ini. buku ini juga milik bapakku. hadiah dari seorang teman di jambi. disampul buku ditulis satu pesan. "buat mas Gie : Keep Fight untuk orang-orang tertindas" begitu kira-kira tulisan itu. aku lupa soalnya.

wis dulu nama mu. dan sekarang saman. dulu bapakku di panggil Gie, dan sekarang pak pendeta.


hahahahaha....
thanks buat yang nulis novel ini, ayu utami...


Readmore »»

Tuesday, October 30, 2007

Ksatria, puteri dan bintang jatuh

Selamat malam,

Aku kira aku sudah akan berhenti untuk mencintaimu setelah kehancuran dan keterpurukan ini. Tapi justru sebaliknya aku jadi menggila setelah keterpurukan ini. benar-benar menggila. Banyak hal baru yang nimbrung dalam hari-hariku belakangan ini. hal-hal baru ini yang membuatku sadar bahwa menyesal hanyalah tindakan bodoh. Banyak yang harus diperjuangkan dalam hidup ini, termasuk berjuang untuk mencintaimu. Pada dasarnya aku sudah lupa bagaimana detik yang pernah terlewatkan denganmu. Hanya saja lonceng gereja itu selalu saja usil. Didentangkannya lagi ingatan itu. Hasilnya kepalaku ikut mendengung juga. Dan kemudian harus mengakui bahwa “I am losser.”.

Baru aku baca cerita tentang ksatria, puteri dan bintang jatuh dalam supernova-nya Dee, begini satu petikan dongeng dalam novel itu :

Ksatria jatuh cinta pada puteri bungsu dari kerajaan bidadari.

Sang puteri naik kelangit.

Ksatria kebingungan.

Ksatria pintar naik kuda dan bermain pedang,

tapi tidak tahu caranya terbang.

Ksatria keluar dari kastil untuki belajar terbang pada kupu-kupu.

Tetapi kupu-kupu hanya menempatkannya dipuncak pohon.

Ksatria kemudian belajar pada burung gereja.

Burung gereja hanya mampu

Mengajarinya sampai atas menara.

Ksatria kemudian berguru pada burung elang.

Burung elang hanya mampu membawanya kepuncak gunung.

Tak ada unggas bersayap yang mampu terbang lebih tinggi lagi.

Ksatria sedih, tapi tak putus asa.

Ksatria memohon pada angina.

Angin mengajarinya berkeliling mengitari bumi,

lebih tinggi dari gunung dan awan.

Namun sang puteri masih jauh diawang-awang,

dan tak ada angin yang mampu menusuk langit.

Ksatria sedih dan kali ini putus asa.

Sampai satu malam ada bintang jatuh

Yang berhenti mendengar tangis dukanya.

Ia menawari ksatria untuk mampu melesat secepat cahaya.

Melesat lebih cepat dari kilat dan setinggi sejuta langit

Dijadikan satu.

Namun kalau ksatria tak mampu mendarat tepat diputerinya,

maka ia akan mati.

Hancur dalam kecepatan yang membahayakan, menjadi serbuk yang membedaki langit, dan tamat.

Ksatria setuju. Ia relakan kepercayaannya pada bintang

jatuh menjadi sebuah nyawa.

Dan ia relakan nyawa itu bergantung hanya pada serpih detikyang mematikan.

Bintang jatuh menggenggam tangannya.

„inilah sebuah cinta sejati“ ia berbisik.

„tutuplah matamu, ksatria. Katakan berhenti begitu hatimu

Merasakan keberadaannya.“

Melesatlah mereka berdua.

Dingin yang tak terhingga serasa merobek hati ksatria mungil,

namun hangat jiwanya diterangi rasa cinta.

Dan ia merasakan... „berhenti“

Bintang jatuh melongok kebawah,

dan ia pun melihat sesosok puteri cantik yang kesepian.

Bersinar bagaikan orion ditengah kelam galaksi.

Ia pun jatuh hati.

Dilepaskannya genggaman itu.

Sewujud nyawa yang terbentuk atas cinta dan percaya.

Ksatria melesat menuju kehancuran.

Sementara sang bintang mendarat turun untuk dapatkan puteri.

Ksatria yang malang.

Sebagai balasannya, dilangit kutub dilukiskan Aurora.

Untuk mengenang kehalusan dan ketulusan hati Ksatria.

Aku jadi penasaran dengan diri sendiri, aku ini ksatria yang bahkan tak pernah dapat belajar terbang. Jangankan kepuncak gunung, ke atas pohon saja tak bisa. Jangankan belajar pada kupu-kupu, belajar pada diri sendiri yang sudah lama ku geluti saja tak bisa. Singkatnya aku bukan manusia pembelajar.

Tapi jika diberi kesempatan untuk mengambil peran dalam dongeng itu, aku pilih jadi ksatria. Meskipun hancur, tapi itulah puncak hidup, puncak nirwana, puncak pencerahan. Ah cerita ini bikin pusing..., disatu sisi aku tak setuju jika ksatria harus berakhir dengan kehancuran.

Dasar kau bintang jatuh, kau juga supernova...

Aku hanya lelah ketika ternyata semua hanya berakhir seperti ini... rasanya juga tak adil...!

Hidup ksatria...!!!

Readmore »»

Wednesday, September 19, 2007

thanks to>

63 tahun yang lalu kalau aku sudah ada didunia ini, aku yakinkan bahwa kalian adalah musuhku. Tapi syukurlah aku atau juga kalian belum dilahirkan pada masa itu. Jepang, itu negeri kalian yang sekitar 60 tahun yang lalu menjajah negeriku. Telah berapa nyawa yang hilang ditangan kalian waktu itu. Tapi itu masa lalu. Aku senang sekali bahwa ternyata bangsa kalian tidak seperti yang ada dibayanganku ketika membacai buku-buku sejarah. Sekarang, semua berubah aku kira. Sejak kalian satu meja makan dengan bangsaku dan terutama aku sendiri selama 6 hari ini, aku sadar bahwa kalian dan juga aku dan bangsaku adalah sama.

Thanks to>

Mr. Yamane : you look like my father. thanks for all.

Mr. George : I know your English not well. But in my eyes you a strong and great leader.

Oto san : you a funny guys, I like your style. Mak nyus…!!! Ok, this time to drink sake…!

Yasu : koplak koe…!!! Do you know “katrok”? I think you a katrok man…!!! Some day you will be a great leader. Sukareta ne…!!!

Masa : next time you must learn me how to play Goo…, you a good Pastor…!!!

Ishii : you a smart girl, pardon if my English very bad…!

Godzilla : monster not cry, don’t cry again. I’ll “to be with you” always in your heart.

Meg : a pretty girl, I want give you my smile. Arigatou…!

Satoko : I thing you can speak Indonesian well. And will be appreciate if you want send me a massage in Indonesian…!

Arisa : wake up arisa…!!! Don’t sleepy again…!

Sawa (without H) : you a nice friend, I like your smile. You look so cute when you smile. Ok, I’ll sing a song for you again…!

rico : gue suka gaya loe..., coll man...!!!

ike : mbak ike..., maturnuwun...,

cristian : thanks banyak, tanpa dirimu aku bakalan keteteran ngatur children festival...,

yosua : jos, matur nuwun yo, tetep semangat...! salam untuk teman dilampung,...!!!

vokusisi : gila loe bisa gaet cewek jepang,... thanks...,

Tony : keep fight...!!!, thanks,...!!! UOUS

Hendrikus : gue suka cara loe main bas...!!! ajarin aku kapan-kapan ye..!

vivi : maturnuwun ndut...!!! hehehe,...

Agnes : hoi wong bantul udah boleh sekarang pake "elo-elo ama Gue-gue" kok..., maturnuwun...

Andreas : ajarin caranya moto2 yang keren ya..., thanks

ani : mbak jangan cerewet donk...hehehe, just kidding..., maturnuwun...

Putra : matap...!!! senang bisa ketemu sama orang gila kayak kau...!!!

Rita : makasih ya... keep fight...!!!

Cimo : ada yang naksir loe tu..., yang pasti bukan yasu...hehehe

Padma : matur thanks mbak...

Joel : makasih atas semua bantuannya...

NOvan : van, gimana tu "target"nya, dapat gak? thanks...

Dani : kok gak muncul, makasih untuk caping dll...

Mrs. Yudith : matur nuwun..., kalu kita bisa ke jepang kayaknya seru...

Yesa : makasih bos kecil...

Ronald : thanks untuk farewel party nya..., bagus banget...!!!

Pak sur : maturnuwun udah ngatarin kita muter-muter...

Pak satpam : maaf kalau banyak nyusahin...thanks...

anak-anak asrama : thanks dap...

semua yang udah bantuin di youth camp thanks ya...

Readmore »»

Tuesday, August 7, 2007

lewat secangkir moccacino

Pagi itu seperti biasa aku antar adiku sekolah setelah itu tenggelam dalam buku, kali ini aku baca Gadis Pantai-nya Pram. Aku jadi ingat beberapa hari yang lalu, pagi itu aku duduk di Garden sambil menikmati mocacino hangat. Memang bukan kebiasaanku minum mocacino, biasanya aku selalu pesan pop ice vanilla blue. Mungkin karena pagi ini begitu dingin jadi aku ingin mocacino hangat.

Beberapa serup mocacino kamu masuk ke Garden. Aku tak tahu namamu, tapi aku kenal dengan senyum yang indah itu. Senyum yang cerah, secerah senyum gadis pantai dalam karya pram. Kamu duduk berjarak 2 meja dari ku. Sesekali ku buang pandanganku dari buku yang kubaca ke matamu yang jernih lengkap dengan bulu mata yang lentih dan halus hitam. Matamu yang bulat melirik manja penuh makna.

Huh kamu gadis pantai, indah benar matamu, berkilau seperti mutiara hitam.

Beralih aku ke rambutmu yang tergurai-gerai, nyaris tak tertertandingi kilau rambutmu, bak telaga dipayungi bulan pucat. Datang pesananmu, segelas juice jeruk. Ku lihati bibirmu yang mungil ketika menyentuh gelas juice mu. Tak ada yang semerah itu bibir diantara kaum hawa yang kukenal.

Kau kulum senyummu ketika aku tertangkap oleh matamu. Aku bahkan tak pernah melihat bidadari seputih kulitmu, aku yakin kulitmu begitu lembut selembut sutera. Gerak tanganmu seolah penari bali begitu energik dan mengemaskan. Tak kulewatkan pula dagumu yang tak begitu lancip dan hidungmu yang bangsir. Pecayalah ketika kamu bercermin kamu akan mendapati bidadari didalam cerminmu.

Kuserup lagi capucinoku, lalu berandai-andailah aku. Seandainya aku dan kamu menyatu dalam satu ikatan batin. Maka aku inginkan kisah cinta yang tulus setulus kisah cinta antara setadewa dengan larasati dalam Burung-Burung Manyar karya Mangun Wijaya, atau kisah cinta yang unik seperti kisah Roman dan Wulandari yang unik dalam Roman Picisan karya Edi.D.Iskandar, atau juga kisah cinta yang tabah, setabah perjuangan Minke dalam mempertahankan cinta Annelies dalam Bumi Manusia karya Pramudya Ananta Toer.

Lewat sebuah perkenalan dimasa kecil, Teto (panggilan setadewa) dan Atik (penggilan larasati) ditautkan oleh waktu. Dimasa penjajahan colonial belanda Teto sebagai anak seorang kaptein KNIL berdarah ningrat, tumbuh tak seperti kebanyakan nigrat, Teto lebih memilih menjadi anak kolong. Kelak suatu saat Ia bertekat untuk menjadi pasukan KNIL seperti ayahnya. Masuk jepang ke hindia-belanda menggantikan belanda membuat Teto yang semasa itu menganggap belanda sebagai pemimpin yang seharusnya menentukan nasib bangsa ini menjadi geram. Ditambah lagi dendamnya terhadap jepang yang telah merampas keluarganya. Ayahnya ditawan, sedangkan ibunya dijadikan gundik. Pasca pendudukan jepang, setelah kemerdekaan diumumkan, Teto tetap memihak pada belanda. Pernah suatu ketika diberondonganya dengan peluru mobil yang ditumbangi oleh syahrir, bahkan nyaris Teto mengahbisi nyawanya.

Dilain pihak Atik tumbuh menjadi seorang gadis yang ikut serta dalam perjuangan bangsa indonesia meraih kemerdekaan melalui jalur diplomasi. Bersama petinggi-petinggi Indonesia waktu itu, Atik berusaha sekuat tenaga untuk berdiplomasi guna mempejuangan kemerdekaan. Bahakan Atik juga memabtu didapur umum ketika perang geriliya jendral sudirman.

Perang telah usai tapi perang batin dalam hati teto masih meledak-ledak. Ia masih belum bisa menerima kekalahan belanda. Dan ketika tahu bahwa atik beraada pada blok kemerdekaan Indonesia, bertambahlah beban dihatinya. Dilapangan perang atik adalah musuh, tapi dilain pihak atik adalah penguasa hatinya.

Sepuluh tahun setelah itu Teto sudah menjadi seorang ahli computer, suatu ketika Teto berkesempatan menghadiri semina disertasi atik tentang perilaku burung-burung mayar. Dari situ dimulai lagi konflik batin yang pelik. Atik sudah bersuami. Karena desakan Atik Teto tinggal diRumah Atik bersama keluarganya.

Cinta Teto tak lekang karena waktu, Atik pun demikian. Namun karena Atik sudah bersuami, maka tak mungkinlah mereka bersatu, lagi pula keadaan sudah berubah. Bahkan suami Atik menganggap Teto seperti kakak sendiri. Perang batin itupun akhirnya juga berakhir. Atik meninggal dalam penerbangan ketanah suci mekah. kemudian ketiga anak Atik diangkat sebagai anak Teto.

Aku inginkan cinta yang tulus seperti itu, atau juga cinta yang unik antara Roman dengan Wulandari. Tersebutlah Ramon sang pujangga sekolah yang terkenal dengan sajak-sajaknya yang picisan. Sayang Roman tak pernah menaklukkan salah satu kaum hawa disekolahnya dengan sajak-sajak picisannya. Walaupun begitu bukan berarti sajak-sajaknya tidak ampuh, teman-temannya sering memintal bantuan untuk membuatkan surat cinta dan hasilnya sudah pasti berhasil (sejauh ini). hingga suatu ketika salah seoang teman Roman meminta dibuatkan surat cinta untuk Wulandari kaum hawa yang menjadi primadona disekolah. Karena terlalu menghayati pembuatan surat, tak sadar Roman menuliskan namanya disurat tersebut.

Sehari setelah itu, surat yang dikirimkan ke Wulandari dikembalikan kepada Roman. Dan sejak itu Wulandari mulai memperolok Roman. Romannya Picisan….!!! Pemusuhan pun terjadi. Hingga suatu ketika dilapangan volley ball, secaa tidak sengaja Roman memukul bola terlalu kencang dan bola nyasa mengenai wulandari yang sedang nonton dipinggir lapangan hingga pingsan. Peristiwa itupun berbuntut panjang. Mulai dari pengeroyokan terhadap Roman oleh orang yang tak dikenal hingga perkelahian Roman dengan salah seorang pemuja

Lewat pertengakaran tersebut mereka berdua akhirnya jatuh cinta, tapi mereka malu untuk mengakui kalau mereka saling jatuh cinta. Salah seorang teman Wulandari mencoba mengakurkan mereka berdua tapi hasilnya nol.

Konflik batin mulai menyerang mereka berdua. Disuatu saat waluandari mulai sada bahwa dirinya merindukan Roman. Dan begitu pula Roman. Konflik batin it uterus mereka simpan dan ditutupi oleh Gengsi. Hingga pesta kelulusan Roman taksempat mengucapkan kata maaf dan juga cinta. Karena mersa tak berani untuk berhadapan langsung, maka ditulisnya sebuah surat untuk Wulandari yang berisi permintaan maaf serta ungkapan cintanya. Selang beberapa hari dating pak pos kekos mengantarkan surat dari Wulandari dengan alamat Makasar. Rupanya setelah kelulusan Wulandari pindah kemakasar. Dibacanya surat Wulandari, dan mengertilah bahwa semua sudah terlambat. Wulandari juga mengatakan bahwa dia juga cinta kepada Roman.

Sungguh kisah yang unik. Walaupun cinta mereka tepisah jarak dan terlambat untuk saling mengungkapkan perasaan mereka, tapi itu tak masalah. Yang indah adlah proses tumbuhnya cinta diantara mereka berdua yang unik. Yang mungkin takkan penah terlupakan oleh mereka berdua. Seandainya proses itu bisa kudapatkan denganmu…

Aku jua inginkan cinta yang penuh pengorbanan dan ketabahan seperti kisah antara Minke dan Annelies Mellema. Di tengah penindasan kolonial terhadap kaum pribumi, Minke sebagai segelintir manusia pribumi yang mengenyam pendidikan di H.B.S pun tak lepas dari itu. Di H.B.S sama sekali Minke tak minder karena dia seorang pribumi. Hidupnya yang tergolong enak ditataran pribumi sahaya lainnya, membuat dia memahami arti sebuah perjuangan. Melalui tulisannya disurat kabar belanda, dia menuliskan ide-idenya yang brilian dengan nama samaran Max Tollenar. Namun sayang kiprahnya didunia tulis-menulis tak semulus kisah cintanya. Meskipun cinta tak bertepuk sebelah tangan, namun identitas dirinya sebagai pribumi menghambat segalanya.

Berawal dari niat Surhof untuk mempermalukan Minke didepan keluarga Mellema dengan kedok tantangan, Minke berangkat kekediaman Mellema. Nah, disitulah pertama kali Minke menjumpai bidadari yang menandingi kecantikan ratu Nederland, Annelies Mellema. Niat Surhof untuk mempermalukan Minke kandas ketika ternyata Annelies menyambut dengan baik dan menjadi akrab dengan Minke.

Akhirnya hubungan antara Minke dan Annelies pun berlanjut sampai ke depan penghulu. Dengan banyaknya hambatan dan tentangan dari pihak colonial karena pekawinan dianggap tidak sah, membuat Annelies schock dan jatuh sakit. Di pihak keluarga Minke pun tidak menyetujui sepenuhnya. Ayah Minke yang ketika itu baru saja diangkat sebagai bupati B sempat menentang.

Puncaknya adalah ketika Tuan Herman Mellema ayah Annelies meninggal dan hak perwalian Annelies tidak dapat direbut oleh Nyai Ontosoh ibu kandung Annelies. Keadaan kesehatan Annelies pun semakin memburuk dan harus meninggalkan Hindia-belanda ke Nederland negerinya yang sama sekali asing.

Sedang Annelies dalam keadaan sekarat Minke dan Nyai Ontosoroh berjuang keras untuk mempertahankan perusahaan yang hak perwaliannyapun dilimpahkan kepada anak sah Herman Mellema, Mariut Mellema. Apalah arti seorang priubumi waktu itu dihadapan pengadilan colonial. Hanya menjadi bahan tertawaan. Di Nederland akhinya Annelies meninggal, dan Minke harus berusan dengan pengadilan.

Ku serup lagi mocacino…

Tegukan terakhir mengakhiri pengandaianku pula.

Ah kamu sudah tak ada lagi, gelas juice jeruk mu sudah kosong.

Kembali lagi aku kebalik Gadis Pantai…

tanpa moccacino...

Readmore »»

Tuesday, July 17, 2007

mimpi anak desa (1)

Berkhayal…

Malam yang lelah, aku juga lelah, tapi tak bisa tidur…

Mungkin kamu juga tak bisa tidur sama seperti aku. Kalau memang begitu baiklah aku akan becerita tentang sebuah mimpi, khayalanku, yang semoga saja menjadi nyata. Dan ketika aku tertidur ketika menulis cerita ini, aku berharap besok atau kapanlah selagi aku masih bisa bernafas, semuanya bisa terjadi.

Berawal dari keresahan,…

Musim ini mendekati musim panas, angin bertiup kencang menggoyangakn pohon-pohon pisang dan daun-daun kelapa. Dipinggir sawah yang sudah tak ada padinya ku pandangi layang-layang yang dimainkan oleh teman-temanku. Aku tak bisa memainkan layang-layang tapi aku senang dan ingin sekali bisa bemain layang-layang. Aku punya banyak layangan, mulai dari yang sebesar tubuh ku sampai layang yang biasa dijual ditoko-toko. Layang-layang itu tidak ku beli. Tapi kubuat. Tentunya bukan murni buah tanganku. Bapakku membantuku untuk membuatnya. Terkadang aku ingin sekali seperti layang-layang dapat terbang tinggi. Kubayangkan bahwa aku yang ada diatas sana menari-nari dan bergerak bebas semauku. Semakin angina bertiup kencang semakin menjadi-jadilah aku. Tak terbayangkan betapa bahagianya hati jika bisa terbang seperti layang-layang. Aku senyum-senyum sendiri memandangi layang-layang yang meliuk-liuk diatas sana. Kadang-kadang aku berteiak-teriak memperingatkan temanku untuk berhati-hati jangan sampai layangannya kalah beradu dengan layangan yang lainnya. Saking asiknya menonton layangan kadang aku dimarahi orang tua ku karena pulang menjelang malam. Ditambah lagi dengan baju yang kotor karena berlarian mengejar layang-layang yang putus dan jatuh disawah-sawah yang masih basah. Tapi aku juga tak jera dimarahi, bahkan kadang sedikit cubit dan penyitaan layang-lanyangku.

Siang itu biasa saja aku berangkat kesekolah. Sekolahanku cukup jauh, melewati perbatasan desa. Biasanya aku diatar, tapi lebih sering jalan kaki. Aku tinggal didesa sri Agung dan sekolahanku berada di desa Bandarsari, jaraknya kira-kira 1-2 kilometer. Kelas ku selalu masuk siang karena kelasnya harus gantian dengan kelas yang lain. SD ku hanya punya 7 ruangan. 6 kelas dan satu ruang guru dan kepala sekolah. Sementara setiap jenjang kelas ada dua kelas. Misalnya kelas 2 ada kelas 2a dan 2b. jadi tidak cukup kalau harus semuanya masuk pagi. Memasuki kelas, kelas sudah ramai. Teman-temanku ramai kerkerumun dimeja bagio temanku. Penasaran, aku langsung berlari mendatangi kerumunan tersebut. Astaga ternyata bagio kesekolah membawa layang-layang. Layangan sendaren. Bukan main senangnya aku melihat layangan itu. Warnanya kuning dan merah dengan bentuk seperti pesawat terbang. Bagio dengan bangga menceritakan tentang layangnya. Dia tak senganja mendapatkan layang tersebut. Ketika dia sedang angon kambing dikebun, dia melihat ada layangan tersangkut dipohon ceri yang lumayan tinggi. Dan dia mengambil layangan itu dengan genter. Terang saja aku iri. Bagaimana dia bisa sebeuntung itu. Mendapatkan layangan senaren dnegan mudah.bayangakn saja layangan sendaren. Layangan sendaren yang dijual ditoko atau dipasar harganya berkisar Rp.500 – Rp. 1.000. orangtua ku takkan mau mengeluarkan uang sebanyak itu hanya itu membelikan aku layang sendaren. Meskipun mampu, mereka akan lebih memilih membelikanku majalah pelangi. Majalah pelangi adalah majalah untuk anak-anak. Khusus untuk kalangan Kristen. Aku langganan majalah itu.

Ketika jam istirahat, aku dan teman-temanku yang lain berkerumun lagi untuk mengagumi layangan sendaren bagio. Kami meminta bagio untuk meaikannya selepas pulang sekolah nanti dan bagio setuju. Seperti rencana bagio menaikan layangan tersebut. Aku berdiri disamping bagio dan beberapa teman yang lain. Sementara itu wahyu memegangi layangan. Pada hitungan ketiga bagio mulai berrusaha menarik-narik benang layangan dan dalam beberapa detik layangan sudah terbang tinggi. Aku terkagum kagum. Suara yang dikeluarkan layangan sendaren semakin membuatku girang. Bunyinya mendengung seperti bunyi kumbang kelapa. Bunyi tersebut berasal dari pita kaset bekas yang dipasangan di pucuk layangan. Diikat pada pangakal dan ujung sebuah bamboo kecil sehingga bamboo kecil tersebut melengkung dan membentuk seperti busur pabnah. Dan ketika tertiup angina pita itu akan bergetar sehingga menciptakan bunyi dengungan.

Setelah kejadian itu aku jadi kejundrungan layanagn sendaren. Sampai-sampai aku merengek meminta dibelikan pada orang tua ku. Terang saja mereka menolak. Alasannya memang masuk akal, yang petama aku sudah punya banyak layangan digudang dan tak satu pun pernah ku terbangkan. Dan kedua jelas aku tak bisa menerbangkan layangan. Dengan dua alasan tersebut akhirnya aku menyerah untuk merengek lagi. Pada hari-hari berikutnya bagio masih membawa layangan sendarennya kesekolah. Dan suatu sore ketika pulang sekolah dia menerbangkan layangannya dengan bangga, angin betiup sangat kencang dan mengakibatkan tali layangannya putus. Dan layanganya pun hilang dari pandangan. Seolah ditelan oleh awan. Bagio tampak murung. Aku lihat bahkan ia sampai menangis.

Malam itu seperti biasa, tetangga-tetangga datang kerumahku untuk nonton TV. Maklum disatu desa mungkin baru beberapa orang saja yang punya TV. Mulai bapak-bapak, ibu-ibu, samapai anak-anak duduk dengan tenang menyaksikan sinetron yang waktu itu masih gencar sekali Jin dan Jun. walaupun gambarnya tidak jernih karenan memang antenna TV ku kurang tinggi sehingga susah mendapat sinyal, mereka tetap antusias. Aku sudah tidur. Tidur lelap. Mungkin kecapekan. Sore tadi aku minta Kijan teman sebayaku yang tak lagi bersekolah mengajariku untuk menaikan layang-layang. Walaupun belum bisa, tapi aku semnagt sekali. Rumah Kijan persis disebelah rumah ku. Rumanhnya tebuat dari gedek dan lantainya tanah. Kijan teman baik ku. Dulu dia bersekolah di SD sri agung.

Aku bermimpi, aku bisa menaikan layang-layang. Aku senang sekali. Tapi karena aku menerbangkan layangan cukup tinggi dan angin semakin kencang, alhasil layangan itu putus. Aku terus mengejar, melewati sawah sawah yang keing, pohon pisang yang sudah tak berbuah lagi. Terus ku kejar. Entah apa yang ada dipikianku saat itu. Aku tahu aku hanya ingin menndapatkan layangan ku kembali. Terlebih layangan itu layangan sendaren. Tapi layangan itu terus berlalu. Dan menghilang. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku pulang dengan muka masam. Lalu ku ambil spidol dan kertas, ku tuliskan begini “kembalikan layangku”. Lalu ku selipkan kertas itu dibalik ragangan layanganku yang biasa. Lalu ku terbangkan tinggi, semakin tinggi, dan sengaja kulepaskan peganganku pada benang layangan. Layangan itu kembali hilang ditelan awan. Dan aku pulang ddengan muka masam, melewati sekolahanku. Sekolahanku sepi tak ada seorang temanpun. Lalu aku berlari kesawah biasa aku dan teman-temanku bermain layangan. Tempat itu juga sepi. Aku lari lagi ke lapangan rumput tempat angon sapi dan kambing. Teman-temanku berada disana dengan seragam sekolah dan memegangi tali kencang kambing dan sapi mereka. Sementara diatasnya layang-layang mereka telah putus dan menghilang ditelan awan.

Readmore »»

Saturday, July 14, 2007

Mengertilah wahai kaum hawa…

Pagi itu adalah pagi yang biasa, matahari masih tebit dari timur dan ayam jantan masih berkokok menyambutnya. Dan aku pun sama seperti biasa bangun tidur, lalu menyeduh kopi instant dan duduk manis diberanda kos-kosan menghirup sisa nafas yang masih diberikan Tuhan. Sampai pada titik dan detik ini semuanya biasa saja, sampai beberapa menit kemudian manusia dari keturunan hawa berparas bidadari itu datang. Tentu saja bukan padaku. Bukan mecari aku. Pikiranku masih tersihir oleh paras kaum hawa itu, meliuk-liuk menjelajahi segala dunia khayalku. Aku melamun…

“permisi mas, Aldo nya ada?” suara lembut keluar dari bibir yang tipis manis bidadari itu, samapai aku terpesona dan hanya bengong melihat keagungan seorang dewi khayangan tersebut.

“mas…” panggilnya lagi sambil mendekat dan melambai tanganya kedepan mukaku.

“ya..” jawabku gugup.

“aldo nya ada?”

“ada, tunggu sebentar ya…”

Aku beranjak dari kursi, dan memanggil aldo. Aldo adalah teman satu kos ku, satu universitas tapi beda fakultas. Dia cowok yang ganteng, tajir pula. Dengar-dengar cerita bapaknya salah seorang pejabat didaerah jawa barat. Kehidupannya lumayan glamour, setiap malam dugem ampe pagi. Dan pulang dalam keadaan setengah sadar.

Aku ketok pintu kamarnya,

“do…do…bangun, ada yang nyari kamu”

Ku ketok lagi pintu kamarnya lebih keras dan sedikit berteriak memanggilnya…

“do…!!! Aldo…!!!” tapi pintu juga tidak dibuka, dan tidak ada balasan dari dalam kamar.

Kaum hawa berparas bidadari itu menghampiriku dan ikut memanggil-manggil aldo.

“do..bangun…!!!”teriak nya sambil menggedor pintu.

Pintu terbuka sendiri, dari luar tampak poster kurt cobain sedang mengisap rokok dan memegang gitar terpampang pada dinding kamar yang berwana putih. Kami bedua masuk kedalam kamar aldo. Astaga…

Rumah Sakit Betesda tampak begitu sepi, lantai keramik yang kinclong dan bau obat merebak membuat aku menjadi pusing. Diruang tunggu aku duduk disebalah bidadari tadi, mukanya sekarang pucat sepucat pakain suster-suster, tidak seperti tadi pagi pagi waktu bertemu. Badannya menggigil menahan sedan. Aku sendiri cemas, semakin cemas ketika melihat bidadari itu menggigil dan semakin pucat.

“mbak tenang aja” kataku mencoba menanangkan.

Dia hanya menoleh sebentar lalu kembalu menunduk memandangi lantai rumah sakit. Pintu pavilium terbuka, pria setenagh baya keluar lengkap dengan pakaian masker dan stetoskop di lehernya.

“bagaimana Dok?” aku menyambut dokter itu sambil berdiri mendekatinya. Bidadari pucat itu sekarang ikut berdiri dan berjalan mendekati dokter itu juga.

“masa krisis sudah lewat, tapi belum siuman, mungkin baru beberapa hari bisa siuman. Kalian keluarganya?”

Aku melirik kearah bidadari pucat itu, dia pun melirikku. Wajahnya masih pucat,dan bibirnya seolah tak bisa terbuka.

“bukan dok, temen kuliah”jawabku.

Diburjo dekat kosku, bidadari itu masih pucat, kutawarkan teh hangat padanya. Dia hanya menganguk. Mas asep penjaga burjo datang mengantarkan 2 gelas teh hangat.

“mas bubur ayamnya juga…” sahutku.

“mbaknya pesen apa?” mas asep betanya.

Dia masih diam, tak menjawab.

“mbak,…” suaraku sekarang ini mulai diresponnya.

Dia melirik, lalu menegak the hangat didepannya.

“mas…bubur ayam juga” katanya dengan suara yang masih diiringi tarikan nafas yang berat.

“anggita…, pacarnya aldo” katanya sambil menengok.

“tirta, teman kosnya aldo” jawabku.

Mas asep datang tanpa suara dan meletakan dua mangkok bubur ayam dimeja.

“lebih baik dimakan dulu mbak…” kataku.

Dia hanya mengangguk angun tapi masih dengan nafas sesak.

Beberapa suapan telah mengilang didalam mulutnya. Diteguknya lagi teh hangat.

“kamu tahu kalau Aldo pemakai?” tanyanya.

“nggak tahu mbak…”

“jangan panggil mbak panggil aja gita.” Aku menganguk. Dia mulai meneruskan “sudah lama aku beri tahu Aldo untuk berhenti, tapi tetap saja makai.”

Lagi-lagi aku hanya menganguk. Mengangguk penuh ketidak mengertian.

“habis ini antar aku kekamar kosnya ya…”

Tanpa bersuara aku mengagguk lagi. Lalu kuhabiskan suapan terakhir bubur ayamku.

Kos-an ku tampak sepi, hnay ada ibu kos yang duduk di kursi ruang tamu sambil menyulam. Aku dan anggita masuk, dia hanya melirik lewat kacamata separo bulannya.

Menaiki tangga, lalu sampai lah kami di depan pintu kamar Aldo. Aku diam. Anggita masuk kedalam kamar. Entah apa yang diambilnya aku tak tahu. Yang aku tahu dia memasukan sesuatu dari lantai kedalam tasnya. Dia keluar dari kamar. Melihat wajahku yang penasaran dia langsung menjelaskan.

“suntikan Aldo, takut kalau ada polisi.”

Aku juga hanya mengangguk. Lalu memberi jalan padanya.

“sudah lama satu kos dengan Aldo?” tanyanya.

“sudah, sejak pertama masuk kuliah.” Jawabku. “silahakan duduk” kataklu sambil menunjuk kearah kursi temapat tadi pagi aku duduk saat dia datang.

Dia meraih lengan kursi dan menyeretnya sedikit. Lalu duduk. Aku masih berdiri.

“makasih udah bantuin tadi” katanya lagi tanpa menatapku.

“sama-sama, kalau kamu nggak dating, mungkin aku gak tahu kalau aldo OD.”

Dia hanya tersenyum.

Dua hari setelah itu aku dating kerumah sakit untuk menjenguk Aldo. Memasuki pavilium yang bau obat, sudah kulihat anggita duduk disebalah aldo yang sudah siuman. Aku masuk.

“ehm…”aku berdehem.

Anggita menoleh.

“masuk Ta…”sahut aldo.

“udah baikan do?”

“lumayan, mungkin 2 hari lagi aku sudah bisa pulang” jawabnya.

Aku mengambil posisi duduk disebelah anggita.

“sudah kenalkan sama anggita?” Tanya aldo.

“sudah…”jawabku singkat. Anggita meliriku sambil tersenyum.

Menit-menit berlalu dengan obrolan lepas. Sampai akhirnya seorang suster mengakhiri obrolan kami bertiga.

“jam kunjung sduah habis, besok boleh menengok lagi.” Kata suster itu ramah.

Aku dan anggita pun keluar dan disusul oleh suster.

Di depan gerbang rumah sakit kami berdua saling diam. Sampai akhirnya anggita memecahkan sendiri kediamannya.

“mau langsung pulang Ta?”

“nggak juga” jawabku.

“kita ngopi dulu yuk…!” ajak anggita.

“boleh.” Sahutku. Beberapa menit kemudian taxi berhenti didepan kami. Dan kami pun langsung melaju ke rumah kopi.

Aku duduk behadapan dengannya, di meja kecil dengan empat kursi. Rumah kopi sekarang berbeda. Dulu aku penah datang kesini, tapi tidak seperti ini. Dulu hanya ada sektar 8 meja, sekarang sudah lebih dari sepuluh, bahkan ada juga meja didekat pakiran. Desain ruangannya juga beda. Dulu dindingnya bercat hitam kopi, tapi sekarang berwana coklat, menimbulkan kesan elegan. Aku jadi ingat waktu pertama kali ke rumah kopi ini bersama devi. Aku duduk beberapa meter dari meja ku sekarang ini. Dengan capucino panas didepanku, dan devi semakin menambah aroma nikmat dari capucino itu. Aku menatapi sentumnya yang melingkar indah. Dan dia terus tersenyum…

“ta..” suara anggita menarikku dari ruang waktu ingatanku.

“ya…”

“mau pesan apa?”

“capucino hangat”

Pelayan mencacatan pesananku lalu pergi.

Kami mulai berbincang-bincang. Tak kusangka bidadari yang ada didepanku ini adalah peempuan yang lucu. Bebeapa joke terlempar ari mulutnya yang melengkung tipis membuat aku terbahak. Siapa sangka. Aku kira dia adalah gadis yang pendiam dan anggun. Ternyata dia juga sama dengan gadis yang lain. Suka gossip. Beberapa gossip tentang artis juga menjadi bahan pembicaran kami. Meski pun aku tidak tahu apa dia ceritakan, aku tetap juga menganguk dan tersenyum.

Sampai saatnya dia seperti kehabisan bahan pembicaraan, dia mulai membuka pembicaraan tentang hubungannya dengan Aldo. Dia mulai bercerita :

“Tahu nggak, tempat ini pertama kali aku kencan sama aldo. Dulu dia baik sekali, sekarang pun masih baik. Tapi tidak sepeti dulu. Sekarang sejak dia makai, mulai berubah. Aku sudah berkali-kali mengatakan pada nya untuk berhenti makai, tapi tak pernah digubrisnya. Samapai berkali-kali aku mengatakan itu, tapi tetap saja makai. Aku capek. Penah dia bilang akan berhenti, tapi toh sekarang terbukti, dia beum berubah. Tetap makai. Dan sekarang OD…, menurut mu aku harus gimnan Ta?”

Aku diam, takut untuk menjawab.

“ya,…sakit banget saranya….” Semakin lama ceritanya semakin meluap menjadi sedan.

“udah jangan nagis. Udah malam, baiknya kita pulang aja.”

Jam sudah menunjukan pukul 20.23. aku menghentikan taxi dan ikut mengantarnya sampai dikosnya.

Samapai depan kosnya dia turun dan aku juga.

“Ta…mampir dulu ya…aku butuh teman ngobrol” pintanya.

Aku menolak, tapi lama kelamaan aku tak sanggup melihat genangan air yang masih ada di matanya. Dan ku putuskan untuk singgah sebentar. Aku dan dia duduk diruang tamu kosnya. Dia mulai bercerita lagi. Cerita yang sama dengan ceritanya dirumah kopi beberapa menit yang lalu. Tapi kali ini di benar-benar menangis. Dia kemudian menagis dipundakku. Aku bingung. Lalu ku dekap saja tubuhnya dalam pelukanku. Isaknay semakin samam semakin tak terdengar. Dia tegakkan kepalanya. Memandangku. Enatah bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Tanpa sadar bibir kami sudah menyatu. Beberapa detik aku belingsatan.

“maaf” kataku.

Dia tak menjawab, masih diam.

“baiknya aku pulang.”

Aku langsung keluar dari ruangn tamu kosnya. Aku berjalan sepanjang trotoar, ada perasaan senang tapi juga bersalah. “dia pacar temanku”kataku dalam hati.

Pagi itu seperti biasa aku duduk dikursi beranda sambil menyerup kopi instant. Sudah kulpuakan kejadian itu. Aku anggap tak pernah terjadi. Sebuah taxi kulihat berhenti didepan halaman. Aldo rupanya sudah pulang dari rumah sakit. Di berjalan menaiki tangga bersama anggita. Aku bangkit berdiri menyambut dengan senyum kearah aldo. Aldo memdekatiku, layangakn tinjunya ke muka sampai aku nyaris pingsan. Kepalaku terasa berat. Sayup-sayup ku dengan suara anggita.

“maaf Ta…”

Readmore »»

Thursday, July 5, 2007

Anak kecil minta antar pulang…(Humanis)

Sore ini kusempatkan untuk menengok sedikit keadaan kampus tercinta yang semakin lama semakin sepi karena liburan. Mampir dulu beli senar gitar, lalu melaju lagi ke kampus ekspresi. Dipertigaan Demangan-Colombo, berhenti karena lampu merah. Seperti biasa anak-anak (pengemis-red) menghampiri, salah satunya perempuan yang kira-kira berusia 9-11 tahun dengan kaos agak kebesaran dan sudah kumal tentunya. Dalam hati sudah menduga "ne anak bakalan minta uang dengan alasan buat makan". Semakin lama semakin mendekat, dengan sepele ku pasang tampang kasihan tak berdaya, sambil mengisyaratkan tidak ada uang receh. Namun tenyata salah dugaanku,

“mas numpang sampai ring road ya?” tutur bocah itu sembari menuju belakang motor hendak langsung naik.

“maaf nggak kearah ring road aku” jawabku gugup.

Lampu hijau menyala, aku mulai ngegas, sepintas berdesir juga darah ini, ada perasaan bersalah melihat wajah anak tadi sedikit memelas. Sempat terbesit untuk berhenti dan menawarinya tumpangan, tapi tenyata memang pintu neraka lebih lebar dari pintu surga.
Kejadian itu mengingatkanku pada saat aku terdampar dipalembang kira-kira 2 tahun yang lalu. Ketika itu aku hendak mencari kampus STAN, karena buta sama sekali dengan wilayah palembang tak tahu mau naik bus apa, nekat saja aku ke pos polisi untuk minta antar ke kampus STAN. Dengan ransel besar dipundak, sedikit letih karena perjalanan 2 jam dari betung ke pelembang menuju ke pos polisi.

“pak kampus STAN dimana? bisa minta tolong antar gak pak?” tanyaku dengan polos kepolisi yang jaga.

Tapi polisi itu hnaya menjelaskan kalau mau ke kampus STAN naik bis Km.12, nanti turun di Km.5.
Sungguh perih rasanya mendengar jawaban pak polisi itu. Mau nangis sudah aku, dan akhirnya ku putuskan coba naik bis seperti yang jelaskan pak polisi tadi, tapi naas aku tetap nyasar. Alhasil sore ketika matahari mulai bersembunyi,ku putuskan untuk ke tempat om bambang teman bapakku.
Aku pikir-pikir mungkin sama perasaan anak tadi dengan persaan saat dipalemabang dulu. Pedih, ingin nangis, pokoknya tidak mengenakkan. Jadi merasa berdosa aku, membiarkan sesuatu yang buruk yang pernah menimpaku terjadi lagi pada orang lain. Harusnya aku bisa mencegah.
Masih heran juga aku dengan gembar-gembor orang tentang “humanisme”. Beberapa waktu yang lalu aku membaca disuratkabar KR sebuah artikel tentang humanisme. Dan bahkan seorang teman juga menulis tentang humanisme di EXPEDISI. Malu seharusnya orang-orang seperti aku yang juga meneriakkan HUMANISME tapi pada kenyataannya tak bisa berbuat apa-apa.
Ada yang menarik yang aku tangkap dari kejadian tadi. Kepercayaan dan harapan. Anak itu percaya bahwa masih akan ada orang yang mau memberi dia tumpangan, dan berharap akan ada orang yang seperti itu. Entah itu suatu kepolosan atau karena terdesak atau memang hanya rekayasa untuk ngemis. Kalau itu adalah suatu kepolosan sangat perlu dibanggakan. Sudah lama tak pernah lagi kudengar ada seseorang menyetop kendaraan orang yang tidak dikenal untuk nebeng pulang kerumah.

balik lagi ngomong soal humanis, kabarnya UNY sekarang pake semboyan kampus humanis, perlu dipertanyakan pula sisi humanis yang seperti apa?
apa dengan meloloskan RUU BHP adalah tindakan humanis?
ah tak tahu lah...
yang jelas ada sesuatu yang perlu di ubah...

perubahan yang sama digaungkan oleh kaum maxisme, sejarah berahkir dengan masyarakat tanpa kelas... semoga...

Readmore »»

Saturday, June 30, 2007

Ketika Sedih dan kosong aku selalu menulis

Hari-hari belakangan ini hanya ku habiskan dengan mengeluti huruf-huruf di novel harry potter, saking gak ada kerjaan novel setebal 800 halaman kurang lebih selesai hanya dalam waktu kurang dari 48 jam. Mataku sampai perih, tapi paling tidak aku bisa lupa dengan dia yang namanya tidak boleh disebut. Kalau sempat tersebut maka dampaknya hamper sama dengan kutukan tak termaafkan yang seing digunakan para pelahap maut untuk memperdaya musuhnya. Begitu kira-kira suasana hati sekaang ini, nama itu seolah adalah kutukan tak termaafkan yang lancarkan pelahap maut tepat didadaku, sampai aku tak bisa bangun dari ranjangku dan terkubur bersama mimpi suram diatas bantalku yang sudah bau agak tengik. Saking dasyatnya lagi pikiranku menjadi kosong hanya diisi khayalan yang sudah pasti hanay didapat dinegeri dongeng dan tak mungkin tejadi disini, klitren.

Habis sudah novel itu kubaca, kulanjut lagi dengan membuka buku jaman bergerak radikalisme rakyat jawa di jaman colonial belanda. Buku ini malah membuat ku semakin muntap, pasalnya bukan kaerna buku itu, tapi karena aku tak bisa lagi mengontrol otak ku. Selalu mencoba membayangkan dia yang namanya tidak boleh disebut hadir dengan senyum imutnya lalu menyapa dengan kutukan tak termaaf kan. Pedih sekali.

Kulanjutkan lagi, kutonton film four brother yang mengkisahkan 4 anak adopsian yang mencari kebenaran dibalik kematian ibu mereka. Action yang menarik yang mampu menggugah sedikit semangatku untuk membuat pembenaran atas kekalahanku. Beberapa adegan membuat ingat bahwa hari ini ternyata hari minggu dan tiba-tiba aku ingin kegeraja hari ini.

Setelah Avatar berlalu dari layer kaca, aku berlari seperti pengendali angin menuju kamarmandi dan kemudian menjadi pengendali air sehingga air mengalir dengan deras dari kran. Perjalan kegereja tentu menyenangkan, gimana nggak serombongan Cewek-cewek cakep berjalan juga hendak kegereja. “ah rupanya tuhan baik, masih mengizinkan ku melihat cewek cakep selain dia yang namanya tak boleh disebut.

Beseri wajahku ketika memasuki pintu gereja dan disambut senyum ramah majelis dan dengung lonceng. Tetapi seperti biasa, aku akan merenung perih, ingat pertama kali aku bersama dia yang namanya tidak boleh disebut kegereja bareng untuk pertama kalinya. Menyesakkan sekali kenangan itu, seolah aku masuk dalam passive memori kenangan indah yang membuat sakit. Kalau saja tom riddle bener2 ada, maka dengan senang hati ku ijinkan dia untuk memodivikasi memoriku ini.

Sepanajng ibadah yang kupikirkan hanya dia yang namanya tidak boleh disebut. Itu biasa dan sepulang daari gereja pasti aku sedih, makanya aku menulis ini.

Lebih dari itu aku sekarang lagi dalam posisi serba sulit, banyak masalah. Yang pertama masalah keluarga, ada hubungannya juga dengan ekonomi, kemudian masalah tanggung jawabku di LPP, masalah berita yang belum aku kitim ke HKBP, dan lagi persoalan hati.

Readmore »»

Monday, June 25, 2007

capek...


lagi capek...

badan pegel-pegel...

linu-linu...

tangan-kaki serasa mau lepas...

dingin AC nambah ngilu...

jariku kram...

sampai ngetik terasa seperti hukum cambuk ala negeri serambi mekah...

perasaan kosong...

sedih nggak...

senang juga nggak...

biasa aja...

aku bosan kalau semuanya jadi biasa...

karena kalau hidup biasa saja, seperti sayur tanpa garam...

hambar...

aku sebih senang kalau sedih...

karena justru disitu aku merasa bersemangat untuk berontak...

aku ingin menjadi pemberontak sejati...

karena aku ingin yang biasa menjadi luar biasa...

merubah keadaan...

merubah keadaan untuk menghilangkan capek...

capek banget...

lagi-lagi ngilu...

lagi-lagi pegel-pegel...

tapi kok gak ada perubahan...

kalau perubahan butuh pengorbanan...

pengorbanan yang seperti apa...

aku capek deh...

belum ada hasil...

biasa-biasa saja...

aku capek karena suasana yang membosankan...

aku sih berharap ada situasi yang bikin mata menjadi menyala, dan kobaran api jiwa membahana...

tapi...

tak tahu lah...

aku capek...

dengan bosan...

capek...

berharap akan ada hujan untuk membuat klitren banjir...

dan aku...

akan tidak bosan...

itulah kira-kira...

capek...

Readmore »»

Saturday, June 2, 2007

lelaki dan hujan...

lelaki dan hujan sama sama dirundung kelam, mengingat pucatnya bulan sore ini, dan merahnya matahari dibarat adalah bagian dari kesedihan, maka lelaki harus berlari dibawah tusukkan hujan dan himpitan kabut. lupa sudah bagaimana caranya menangis, karena hujan telah mengambil semua air mata lalu mencurahkannya kehamparan tanah kering tempat kaki lelaki beraut sendu ini terkapar.

kalau ini yang dinamakan perjuangan, lalu bagaimana definisi kepedihan, karena sudah hampir tak ada bedanya, lebih tepatnya tak mampu membedakan. kata kata yang tertutur adalah sisa nyawa yang masih terkungkum diujung lidah, dan tubuh yang basah adalah ritual pembekuan hati yang di imbangi deras hujan. berharap setelah itu adalah pelangi yang memanyungi, tapi sayang tak ada, karena mata tak lagi mampu membedakan realita dan semu rangkain waktu yang terus menjuntai sampai menyentakkan isi bumi.

lelaki dan hujan berlari menggeluti debu-debu, dan ilalang tak mau kalah mengeluarakan sabitan dasyat yang membuat nyeri sekujur tubuh. berlari bukan mengejar tapi mengais sisa harapan yang sekiranya mampu untuk menyelimuti diri saat hujan tak lagi cair. dari sisa harapan itu tekuak lagi sebuah luka yang berlumur nanah, karena busuk tak kena mentari lagi. pucatnya lidah menjadi sama dengan putih tulang, karena yang dilumat adalah rasa takut semalam masih tertinggal disela rongga. mencicit, itu yang bisa dilakukan, karena sudah lupa caranya menggoyangkan lidah ini. akhir kata terambil sajak picisan dari kitab pujangga di air terjun tempat para dewi khayangan menghabiskan waktu untuk tertawa.

lelaki dan hujan adalah jalan sebuah perjuangan dan penderitaan, yang berakhir diantara tawa dewi khayangan yang sudah buta dengan realita siapa, mengapa, bagaimana, para lelaki menegakkan kaki lesu diantara hujan hanya untuk menyebut kilasan warna di wajah mereka.

Readmore »»

belum ada judul....


Pertama…
“kala menyirat mata pertama jatuh kewajah bidadari, yang diam adalah lidah, hati membungkam rasa”
Pagi pertama di Youth Center, terasa dingin, sedikit air mata menitih langit lalu melukis pelangi cerah, waktu itu pertama kulihat dia. Menyandar didinding hanya dengan bercelana basket dan kaos masih dengan muka bangun tidur, matanya pun masih agak ragu untuk diartikan “malam yang nyenyak”, tapi senyumnya mengiyakan untuk menantang pagi ini. Memang beda, tidak seperti perempuan lain yang ada di aula, entah apa yang beda, mungkin terlalu “cuek” atau sejenisnya. Tapi kesan pertama yang timbul waktu itu “tomboy”. Berawal dari situ hanya sedikit rasa ingin tahu lebih, paling tidak tahu nama saja. Pagi berlalu, siang itu mata ku mencari-cari, tapi tak kutemukan wajah perempuan “tomboy” tadi pagi. Setiap selesai bernyanyi, selalu ku coba menerabas kerumunan mencari lagi. Malam itu aku lihat lagi, kali ini menggunakan jaket abu-abu, masih dengan wajah teduh tadi pagi. Memang mukanya terlihat sedikit pucat dan kelopak matanya sedikit menggembung seperti habis menangis, tapi semangat dari geraknya tubuhnya terlihat jelas dia menikmati tik-tok jam yang melaju. Sesekali senyum keluar dari bibirnya yang mungil, kadang membuat aku juga tersenyum melihatnya. Berlalu lagi hari ini, letih, jelas. Pagi itu sehabis makan pagi, antri air minum, aku lihat dia membawa botol aqua kosong, “pasti hendak mengisi air minum juga” pikir ku, cepat-cepat aku kekamar mengambil gelas dan kembali lagi ke antrian, sengaja ku biarkan dia duluan, kemudian aku menyela untuk mengisi gelas, maksudnya hanya ingin bertegur sapa saja dan paling tidak aku bisa lihat lebih jelas. Setelah itu banyak sekali sengaja aku adukan pandangan dengan dia. Malam terakhir, kebetulan kelompokku digabung dengan kelompoknya, ada kejadian yang lucu, waktu itu aku berdiri tepat disebelahnya, tiba dia terpeleset jatuh dan bertepatan dengan camera mengambil gambar. “sakit sih enggak, malunya itu lho…” celetuk ku. Ku lihat dia hanya tertawa, jelas sekali terlihat imutnya. Siang ketika mau pulang, nekat saja aku aku minta dia ngisi buku teman baru ku, ups betapa malunya aku, ternyata namanya sudah tercantum disana, entah kapan aku gak tahu, kok ada sudah ada namanya. Keluar dari aula berusaha aku ngobrol Tanya jurusan apa, hanya singkat dia menjawab “………” dan terus berjalan dengan temannya. Ups aku kehilangan kesempatan.
Lebih lanjut…
Namanya…….., lahir……….., kos………., no HP……….. waktu itu aku “hanya” menganggap ini cewek unik, tidak lebih, dan hanya ingin kenal saja. Nah waktu itu masih kepikiran untuk berteman, belum kepikiran yang macem-macem. Beberapa hari berlalu tentu saja kecanggihan teknologi ku manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dengan sms cukup untuk berkenalan lebih lanjut.
Minggu sore menjelang malam waktu itu adalah saat yang paling wah, pertama kalinya aku pergi kegereja bareng dengan dia, janjian didepan kolam renang, mungkin bukan sesuatu yang indah, tapi ketika helm dibuka rasanya tempat ini adalah surga para dewi khayangan. Pancaran sinar kharisma yang membelah tabir-tabir sore yang redup melintasi unjung kuku sampai memuncak di ubun-ubun. Mungkin kalau menurut adrea hirata ada 44 penyakit gila, mungkin ini penyakit gila nomor 45, “gila bener”.
Minggu ke dua kegereja dengan makan malam paling berkesan, Chorus cafee berubah menjadi tepian danau yang mengkilat dipayungi pelangi di mata gadis itu. Pandangannya kosong, tapi jelas memberi ribuan tanda tanya, beberapa kali kuberanikan mataku untuk beradu dengan pandangannya, saat itu cuma pelangi-pelangi cerah yang berduyun-duyun menghangatkan jiwa risau. Dst..,

Optimis tapi konyol…
Kali ini kuyakinkan bahwa jiwaku menginginkan lebih, kalau ini tumbuh menjadi cinta, bukan salahku, salahkan tubuh mungilnya yang mengemaskan, salahkan matanya yang indah bak danau yang memancarkan cahaya bulan, salahkan jiwanya yang berbudi, salahkan rambutnya yang kilaunya menyilaukan mata, salahkan runtutan waktu yang mempertemukan ku dengan dia. Malam itu setelah berdengung keras lagu-lagu pujian dari GMB, niatnya mau katakan cinta tapi bodohnya aku, menyesal aku dengan keisenganku “cowok mu gak marah kalau kamu aku ajak jalan?” Tanya ku iseng, “nggak” satu jawaban yang langsung menciutkan nyali, gugup jadinya, dalam hati sudah mengumpat ribuan bahasa tak ada arti. Waktu itu tersenyum menyangkal perasaan sendiri adalah siksaan yang terberat lebih pedih dari hukuman cambuk dinegeri serambi mekah.
Hari itu berlalu dan aku tak ingin ingat lagi kalau aku harus menahan pedih senyumku, sampai suatu siang di aula registrasi 2 saat PU gabungan dengan ,,,,,,dan ,,,,,, mas ,,,,, mengingatkanku pada hal keisenganku yang bodoh itu,
“mana…….?” Tanya mas ….,
“nggak tau mas” jawab ku bingung,
“masak gak tau sih” lanjut mas ………
“ah…,jangan buat gossip mas” jawabku kesal.
Setelah itu malas jadinya aku ikut menyanyi di PU ini.
Bukan aku namanya kalau cepat menyerah, berharap pada imaginasi konyol, terus saja mencoba dan mencari sela-sela untuk lebih dekat dengan dia. Aku cuma memikirkan kemungkinan terbaik, karena kemungkinan terburuk telah terjadi. Optimis, walau pun konyol.

Cinta itu masalah waktu…
Agaknya benar kalau orang katakan “cinta itu masalah waktu”, pasalnya karena waktuku yang sempit, banyaknya kegiatan, kadang aku juga merasa mengikis sedikit demi sedikit rasa. Degradasi rasa ini berpuncak suatu malam di Bosche cafee, awalnya penasaran gimana sih kegiatan yang dia senangi, lalu diserbu ribuan tentara tanda tanya. Ini ,,,,,,,…? Gak salah lihat…? Norak banget….? Emang cakep tapi…., setelah itu giliran group dance nakula, terperanjat setengah mati waktu itu, bukan lagi sosok ……… yang aku kenal, aku bahkan tak mengenali wanita muda yang berjoget di atas panggung itu. Sampai aku harus kembali lagi ke dunia nyata, ya itu memang ,,,,,,,. Meliuk-liukkan tubuhnya di atas panggung, dengan berbagai gaya, jelas dalam hati kalau aku jadi pacar atau orang tuanya sudah kuseret dia turun dari panggung lalu pulangkan ke salatiga. Yang jelas aku simpulkan sementara bahwa pacar dan orang tuanya adalah manusia yang panjang sabar. Disini habis perasaan yang ada pada ku, mungkin punya kepribadian ganda pikirku waktu itu. Bukan aku mengadili bahwa ngedance itu buruk, tapi aku merasa ada yang salah.
Dan lagi-lagi aku meng-kambinghitam-kan waktu…
Balapan dengan tik-tok jam ternyata membuat orang menjadi sedikit berusaha untuk bijak, memoar ini mungkin hanya pelampiasan perasaanku, katakan saja aku egois, karena memang begitu. Layak atau tidak tapi Cuma ini yang bisa aku buat…
Selamat ulang tahun ku ucapkan pada gadis ……….., ini kadoku untukmu, hanya sebuah pikiran berawal dari rasa cinta yang bercucuran dalam tulisan antah berantah ini.
Kado ini sebenarnya adalah buah ke egoisanku, karena nyatanya ini hanya perwakilan dari beberapa kata “aku sayang kamu, mau nggak jadi pacarku?”.
Lalu selanjutnya aku butuh jawaban dari pertanyaan ini.

“yang terucap akan berlalu bersama angin, yang tertulis akan mengabadi”.

Sebagai penutup ku tuliskan (bukan nulis denk, ngetik lebih tepatnya..hehehe…) sajak untuk gadis ……..,
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat disampaikan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.”

Readmore »»

ingat beberapa tahun yang lalu


sebelum semuanya menjadi mendung dan rintik air suci membasahi pipi dan menetes lewat dagu, aku ingin menyesali semuanya...
karena dingin adalah selimut terhangat dan nyanyian padang adalah doa yang masih layak terucap, makanya aku merintih sekrang ini,
dua terperangkap dalam kubangan yang sama...., apa lagi kalu bukan kambing...!!!
mirisnya dunia tertawa adalah kepedihan dimalam menjelang lonceng gereja menggaung, dengan segala rupa sayat diatas luka yang terluka, harusnya menimbulkan hasrat untuk berteriak mengaung kehadapan tembok ratapan yang sudah runtuh...
yang sekrang hatinya memendam kekesalan atas kesalahan akan mati karena ulahnya sendiri, kenapa tak dari dulu kau teriakkan ribuan roman picisan didepan penjara hati yang maih angkuh...
dan sekarang kau akan luluh, kemudian menggelapar karena 2 kali kau melelang cintamu pada tuan angkuh yang masih berkuasa dihati.
terlalu angkuh mengatakan bahwa yang ada memang rasa cinta, maka kau sendiri telah menjadi abu, maritrmu tak berartilagi, karena batarakala telah melenyapkanya menjadi debu-debu disekeliling candi rapuh bernamakan gadis yang tertawa karena kebodohanmu.
ingat kata teman lama, bahwa dunia ini sudah tua, bukan lagi saatnya beretorika, tapi nyatakan segalanya rasa cinta...
dan tahukah kau manusia kerdil, bahwa aku akan berlutut memohon ampun atas kebodohanmu. dan lagi-lagi waktu telah melenyapkan hatimu, hingga kau tak tahu lagi yang mana cinta dan benci...
aku bertutur karena layak aku meghakimi diri sendiri, dari pada harus mengakhiri semua dengan tipu...

maka kuakatakan aku cinta kamu...
asal tahu saja
bukan dia tapi kamu

Readmore »»

Saturday, May 26, 2007

nyanyian orang kalah

hampir setiap gores ini berkelit mengguncang dunia rasa, dimana kata yang terhina menjadi raja pencundang. "nyanyian orang kalah"
pagi itu ku dengar kata itu melesat begitu saja dari mulut seorang Rusli, dengan santainya dia mempermalukan diri sendiri namun sangat elegan dan terkesan seperti pahlawan mati dimedan perang, meski mati tapi mati untuk bangsa.
apa jadinya kalau aku tak dengar kalimat itu, mungkin tetap aku jadi patung seperti di tugu pancoran atau juga jadi pecundang sejati.
mulutku serasa ditampar sampai diam tak bisa berucap, "asu...!"
dalam banget kalimat itu, sampai aku terus merenung, nah ditambah lagi malam itu aku dengar puisi yang dibacakan ndaru "aku ingin mencintaimu...dst" makin suram rasanya hatiku. seperti diparut..., ditambah lagi cerita sari yang hampir sama mengenaskan semua bikin jungkir balik perutku.
bayangkan saja runtutan itu terjadi ketika aku menjadi angkuh kembali dihadapan sang cinta. siapa yang yang nggak akan hancur ketika sadar runtutan ini adalah pemahaman terdalam tentang yang namanya cinta.

aku benarkan aku menyanyikan lagu orang kalah, dan aku sadar bagaimana cara mencintainya, aku sadar posisiku. dan malam ini akan ku tuntaskan, paling tidak besok ketika lonceng gereja berdengung itulah kesempatanku. besok atau tetap menyanyikan lagu pecundang. nyanyian orang kalah...

Readmore »»