Saturday, June 2, 2007

lelaki dan hujan...

lelaki dan hujan sama sama dirundung kelam, mengingat pucatnya bulan sore ini, dan merahnya matahari dibarat adalah bagian dari kesedihan, maka lelaki harus berlari dibawah tusukkan hujan dan himpitan kabut. lupa sudah bagaimana caranya menangis, karena hujan telah mengambil semua air mata lalu mencurahkannya kehamparan tanah kering tempat kaki lelaki beraut sendu ini terkapar.

kalau ini yang dinamakan perjuangan, lalu bagaimana definisi kepedihan, karena sudah hampir tak ada bedanya, lebih tepatnya tak mampu membedakan. kata kata yang tertutur adalah sisa nyawa yang masih terkungkum diujung lidah, dan tubuh yang basah adalah ritual pembekuan hati yang di imbangi deras hujan. berharap setelah itu adalah pelangi yang memanyungi, tapi sayang tak ada, karena mata tak lagi mampu membedakan realita dan semu rangkain waktu yang terus menjuntai sampai menyentakkan isi bumi.

lelaki dan hujan berlari menggeluti debu-debu, dan ilalang tak mau kalah mengeluarakan sabitan dasyat yang membuat nyeri sekujur tubuh. berlari bukan mengejar tapi mengais sisa harapan yang sekiranya mampu untuk menyelimuti diri saat hujan tak lagi cair. dari sisa harapan itu tekuak lagi sebuah luka yang berlumur nanah, karena busuk tak kena mentari lagi. pucatnya lidah menjadi sama dengan putih tulang, karena yang dilumat adalah rasa takut semalam masih tertinggal disela rongga. mencicit, itu yang bisa dilakukan, karena sudah lupa caranya menggoyangkan lidah ini. akhir kata terambil sajak picisan dari kitab pujangga di air terjun tempat para dewi khayangan menghabiskan waktu untuk tertawa.

lelaki dan hujan adalah jalan sebuah perjuangan dan penderitaan, yang berakhir diantara tawa dewi khayangan yang sudah buta dengan realita siapa, mengapa, bagaimana, para lelaki menegakkan kaki lesu diantara hujan hanya untuk menyebut kilasan warna di wajah mereka.

No comments: