Saturday, June 2, 2007

belum ada judul....


Pertama…
“kala menyirat mata pertama jatuh kewajah bidadari, yang diam adalah lidah, hati membungkam rasa”
Pagi pertama di Youth Center, terasa dingin, sedikit air mata menitih langit lalu melukis pelangi cerah, waktu itu pertama kulihat dia. Menyandar didinding hanya dengan bercelana basket dan kaos masih dengan muka bangun tidur, matanya pun masih agak ragu untuk diartikan “malam yang nyenyak”, tapi senyumnya mengiyakan untuk menantang pagi ini. Memang beda, tidak seperti perempuan lain yang ada di aula, entah apa yang beda, mungkin terlalu “cuek” atau sejenisnya. Tapi kesan pertama yang timbul waktu itu “tomboy”. Berawal dari situ hanya sedikit rasa ingin tahu lebih, paling tidak tahu nama saja. Pagi berlalu, siang itu mata ku mencari-cari, tapi tak kutemukan wajah perempuan “tomboy” tadi pagi. Setiap selesai bernyanyi, selalu ku coba menerabas kerumunan mencari lagi. Malam itu aku lihat lagi, kali ini menggunakan jaket abu-abu, masih dengan wajah teduh tadi pagi. Memang mukanya terlihat sedikit pucat dan kelopak matanya sedikit menggembung seperti habis menangis, tapi semangat dari geraknya tubuhnya terlihat jelas dia menikmati tik-tok jam yang melaju. Sesekali senyum keluar dari bibirnya yang mungil, kadang membuat aku juga tersenyum melihatnya. Berlalu lagi hari ini, letih, jelas. Pagi itu sehabis makan pagi, antri air minum, aku lihat dia membawa botol aqua kosong, “pasti hendak mengisi air minum juga” pikir ku, cepat-cepat aku kekamar mengambil gelas dan kembali lagi ke antrian, sengaja ku biarkan dia duluan, kemudian aku menyela untuk mengisi gelas, maksudnya hanya ingin bertegur sapa saja dan paling tidak aku bisa lihat lebih jelas. Setelah itu banyak sekali sengaja aku adukan pandangan dengan dia. Malam terakhir, kebetulan kelompokku digabung dengan kelompoknya, ada kejadian yang lucu, waktu itu aku berdiri tepat disebelahnya, tiba dia terpeleset jatuh dan bertepatan dengan camera mengambil gambar. “sakit sih enggak, malunya itu lho…” celetuk ku. Ku lihat dia hanya tertawa, jelas sekali terlihat imutnya. Siang ketika mau pulang, nekat saja aku aku minta dia ngisi buku teman baru ku, ups betapa malunya aku, ternyata namanya sudah tercantum disana, entah kapan aku gak tahu, kok ada sudah ada namanya. Keluar dari aula berusaha aku ngobrol Tanya jurusan apa, hanya singkat dia menjawab “………” dan terus berjalan dengan temannya. Ups aku kehilangan kesempatan.
Lebih lanjut…
Namanya…….., lahir……….., kos………., no HP……….. waktu itu aku “hanya” menganggap ini cewek unik, tidak lebih, dan hanya ingin kenal saja. Nah waktu itu masih kepikiran untuk berteman, belum kepikiran yang macem-macem. Beberapa hari berlalu tentu saja kecanggihan teknologi ku manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dengan sms cukup untuk berkenalan lebih lanjut.
Minggu sore menjelang malam waktu itu adalah saat yang paling wah, pertama kalinya aku pergi kegereja bareng dengan dia, janjian didepan kolam renang, mungkin bukan sesuatu yang indah, tapi ketika helm dibuka rasanya tempat ini adalah surga para dewi khayangan. Pancaran sinar kharisma yang membelah tabir-tabir sore yang redup melintasi unjung kuku sampai memuncak di ubun-ubun. Mungkin kalau menurut adrea hirata ada 44 penyakit gila, mungkin ini penyakit gila nomor 45, “gila bener”.
Minggu ke dua kegereja dengan makan malam paling berkesan, Chorus cafee berubah menjadi tepian danau yang mengkilat dipayungi pelangi di mata gadis itu. Pandangannya kosong, tapi jelas memberi ribuan tanda tanya, beberapa kali kuberanikan mataku untuk beradu dengan pandangannya, saat itu cuma pelangi-pelangi cerah yang berduyun-duyun menghangatkan jiwa risau. Dst..,

Optimis tapi konyol…
Kali ini kuyakinkan bahwa jiwaku menginginkan lebih, kalau ini tumbuh menjadi cinta, bukan salahku, salahkan tubuh mungilnya yang mengemaskan, salahkan matanya yang indah bak danau yang memancarkan cahaya bulan, salahkan jiwanya yang berbudi, salahkan rambutnya yang kilaunya menyilaukan mata, salahkan runtutan waktu yang mempertemukan ku dengan dia. Malam itu setelah berdengung keras lagu-lagu pujian dari GMB, niatnya mau katakan cinta tapi bodohnya aku, menyesal aku dengan keisenganku “cowok mu gak marah kalau kamu aku ajak jalan?” Tanya ku iseng, “nggak” satu jawaban yang langsung menciutkan nyali, gugup jadinya, dalam hati sudah mengumpat ribuan bahasa tak ada arti. Waktu itu tersenyum menyangkal perasaan sendiri adalah siksaan yang terberat lebih pedih dari hukuman cambuk dinegeri serambi mekah.
Hari itu berlalu dan aku tak ingin ingat lagi kalau aku harus menahan pedih senyumku, sampai suatu siang di aula registrasi 2 saat PU gabungan dengan ,,,,,,dan ,,,,,, mas ,,,,, mengingatkanku pada hal keisenganku yang bodoh itu,
“mana…….?” Tanya mas ….,
“nggak tau mas” jawab ku bingung,
“masak gak tau sih” lanjut mas ………
“ah…,jangan buat gossip mas” jawabku kesal.
Setelah itu malas jadinya aku ikut menyanyi di PU ini.
Bukan aku namanya kalau cepat menyerah, berharap pada imaginasi konyol, terus saja mencoba dan mencari sela-sela untuk lebih dekat dengan dia. Aku cuma memikirkan kemungkinan terbaik, karena kemungkinan terburuk telah terjadi. Optimis, walau pun konyol.

Cinta itu masalah waktu…
Agaknya benar kalau orang katakan “cinta itu masalah waktu”, pasalnya karena waktuku yang sempit, banyaknya kegiatan, kadang aku juga merasa mengikis sedikit demi sedikit rasa. Degradasi rasa ini berpuncak suatu malam di Bosche cafee, awalnya penasaran gimana sih kegiatan yang dia senangi, lalu diserbu ribuan tentara tanda tanya. Ini ,,,,,,,…? Gak salah lihat…? Norak banget….? Emang cakep tapi…., setelah itu giliran group dance nakula, terperanjat setengah mati waktu itu, bukan lagi sosok ……… yang aku kenal, aku bahkan tak mengenali wanita muda yang berjoget di atas panggung itu. Sampai aku harus kembali lagi ke dunia nyata, ya itu memang ,,,,,,,. Meliuk-liukkan tubuhnya di atas panggung, dengan berbagai gaya, jelas dalam hati kalau aku jadi pacar atau orang tuanya sudah kuseret dia turun dari panggung lalu pulangkan ke salatiga. Yang jelas aku simpulkan sementara bahwa pacar dan orang tuanya adalah manusia yang panjang sabar. Disini habis perasaan yang ada pada ku, mungkin punya kepribadian ganda pikirku waktu itu. Bukan aku mengadili bahwa ngedance itu buruk, tapi aku merasa ada yang salah.
Dan lagi-lagi aku meng-kambinghitam-kan waktu…
Balapan dengan tik-tok jam ternyata membuat orang menjadi sedikit berusaha untuk bijak, memoar ini mungkin hanya pelampiasan perasaanku, katakan saja aku egois, karena memang begitu. Layak atau tidak tapi Cuma ini yang bisa aku buat…
Selamat ulang tahun ku ucapkan pada gadis ……….., ini kadoku untukmu, hanya sebuah pikiran berawal dari rasa cinta yang bercucuran dalam tulisan antah berantah ini.
Kado ini sebenarnya adalah buah ke egoisanku, karena nyatanya ini hanya perwakilan dari beberapa kata “aku sayang kamu, mau nggak jadi pacarku?”.
Lalu selanjutnya aku butuh jawaban dari pertanyaan ini.

“yang terucap akan berlalu bersama angin, yang tertulis akan mengabadi”.

Sebagai penutup ku tuliskan (bukan nulis denk, ngetik lebih tepatnya..hehehe…) sajak untuk gadis ……..,
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat disampaikan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.”

No comments: