Saturday, June 30, 2007

Ketika Sedih dan kosong aku selalu menulis

Hari-hari belakangan ini hanya ku habiskan dengan mengeluti huruf-huruf di novel harry potter, saking gak ada kerjaan novel setebal 800 halaman kurang lebih selesai hanya dalam waktu kurang dari 48 jam. Mataku sampai perih, tapi paling tidak aku bisa lupa dengan dia yang namanya tidak boleh disebut. Kalau sempat tersebut maka dampaknya hamper sama dengan kutukan tak termaafkan yang seing digunakan para pelahap maut untuk memperdaya musuhnya. Begitu kira-kira suasana hati sekaang ini, nama itu seolah adalah kutukan tak termaafkan yang lancarkan pelahap maut tepat didadaku, sampai aku tak bisa bangun dari ranjangku dan terkubur bersama mimpi suram diatas bantalku yang sudah bau agak tengik. Saking dasyatnya lagi pikiranku menjadi kosong hanya diisi khayalan yang sudah pasti hanay didapat dinegeri dongeng dan tak mungkin tejadi disini, klitren.

Habis sudah novel itu kubaca, kulanjut lagi dengan membuka buku jaman bergerak radikalisme rakyat jawa di jaman colonial belanda. Buku ini malah membuat ku semakin muntap, pasalnya bukan kaerna buku itu, tapi karena aku tak bisa lagi mengontrol otak ku. Selalu mencoba membayangkan dia yang namanya tidak boleh disebut hadir dengan senyum imutnya lalu menyapa dengan kutukan tak termaaf kan. Pedih sekali.

Kulanjutkan lagi, kutonton film four brother yang mengkisahkan 4 anak adopsian yang mencari kebenaran dibalik kematian ibu mereka. Action yang menarik yang mampu menggugah sedikit semangatku untuk membuat pembenaran atas kekalahanku. Beberapa adegan membuat ingat bahwa hari ini ternyata hari minggu dan tiba-tiba aku ingin kegeraja hari ini.

Setelah Avatar berlalu dari layer kaca, aku berlari seperti pengendali angin menuju kamarmandi dan kemudian menjadi pengendali air sehingga air mengalir dengan deras dari kran. Perjalan kegereja tentu menyenangkan, gimana nggak serombongan Cewek-cewek cakep berjalan juga hendak kegereja. “ah rupanya tuhan baik, masih mengizinkan ku melihat cewek cakep selain dia yang namanya tak boleh disebut.

Beseri wajahku ketika memasuki pintu gereja dan disambut senyum ramah majelis dan dengung lonceng. Tetapi seperti biasa, aku akan merenung perih, ingat pertama kali aku bersama dia yang namanya tidak boleh disebut kegereja bareng untuk pertama kalinya. Menyesakkan sekali kenangan itu, seolah aku masuk dalam passive memori kenangan indah yang membuat sakit. Kalau saja tom riddle bener2 ada, maka dengan senang hati ku ijinkan dia untuk memodivikasi memoriku ini.

Sepanajng ibadah yang kupikirkan hanya dia yang namanya tidak boleh disebut. Itu biasa dan sepulang daari gereja pasti aku sedih, makanya aku menulis ini.

Lebih dari itu aku sekarang lagi dalam posisi serba sulit, banyak masalah. Yang pertama masalah keluarga, ada hubungannya juga dengan ekonomi, kemudian masalah tanggung jawabku di LPP, masalah berita yang belum aku kitim ke HKBP, dan lagi persoalan hati.

Readmore »»

Monday, June 25, 2007

capek...


lagi capek...

badan pegel-pegel...

linu-linu...

tangan-kaki serasa mau lepas...

dingin AC nambah ngilu...

jariku kram...

sampai ngetik terasa seperti hukum cambuk ala negeri serambi mekah...

perasaan kosong...

sedih nggak...

senang juga nggak...

biasa aja...

aku bosan kalau semuanya jadi biasa...

karena kalau hidup biasa saja, seperti sayur tanpa garam...

hambar...

aku sebih senang kalau sedih...

karena justru disitu aku merasa bersemangat untuk berontak...

aku ingin menjadi pemberontak sejati...

karena aku ingin yang biasa menjadi luar biasa...

merubah keadaan...

merubah keadaan untuk menghilangkan capek...

capek banget...

lagi-lagi ngilu...

lagi-lagi pegel-pegel...

tapi kok gak ada perubahan...

kalau perubahan butuh pengorbanan...

pengorbanan yang seperti apa...

aku capek deh...

belum ada hasil...

biasa-biasa saja...

aku capek karena suasana yang membosankan...

aku sih berharap ada situasi yang bikin mata menjadi menyala, dan kobaran api jiwa membahana...

tapi...

tak tahu lah...

aku capek...

dengan bosan...

capek...

berharap akan ada hujan untuk membuat klitren banjir...

dan aku...

akan tidak bosan...

itulah kira-kira...

capek...

Readmore »»

Saturday, June 2, 2007

lelaki dan hujan...

lelaki dan hujan sama sama dirundung kelam, mengingat pucatnya bulan sore ini, dan merahnya matahari dibarat adalah bagian dari kesedihan, maka lelaki harus berlari dibawah tusukkan hujan dan himpitan kabut. lupa sudah bagaimana caranya menangis, karena hujan telah mengambil semua air mata lalu mencurahkannya kehamparan tanah kering tempat kaki lelaki beraut sendu ini terkapar.

kalau ini yang dinamakan perjuangan, lalu bagaimana definisi kepedihan, karena sudah hampir tak ada bedanya, lebih tepatnya tak mampu membedakan. kata kata yang tertutur adalah sisa nyawa yang masih terkungkum diujung lidah, dan tubuh yang basah adalah ritual pembekuan hati yang di imbangi deras hujan. berharap setelah itu adalah pelangi yang memanyungi, tapi sayang tak ada, karena mata tak lagi mampu membedakan realita dan semu rangkain waktu yang terus menjuntai sampai menyentakkan isi bumi.

lelaki dan hujan berlari menggeluti debu-debu, dan ilalang tak mau kalah mengeluarakan sabitan dasyat yang membuat nyeri sekujur tubuh. berlari bukan mengejar tapi mengais sisa harapan yang sekiranya mampu untuk menyelimuti diri saat hujan tak lagi cair. dari sisa harapan itu tekuak lagi sebuah luka yang berlumur nanah, karena busuk tak kena mentari lagi. pucatnya lidah menjadi sama dengan putih tulang, karena yang dilumat adalah rasa takut semalam masih tertinggal disela rongga. mencicit, itu yang bisa dilakukan, karena sudah lupa caranya menggoyangkan lidah ini. akhir kata terambil sajak picisan dari kitab pujangga di air terjun tempat para dewi khayangan menghabiskan waktu untuk tertawa.

lelaki dan hujan adalah jalan sebuah perjuangan dan penderitaan, yang berakhir diantara tawa dewi khayangan yang sudah buta dengan realita siapa, mengapa, bagaimana, para lelaki menegakkan kaki lesu diantara hujan hanya untuk menyebut kilasan warna di wajah mereka.

Readmore »»

belum ada judul....


Pertama…
“kala menyirat mata pertama jatuh kewajah bidadari, yang diam adalah lidah, hati membungkam rasa”
Pagi pertama di Youth Center, terasa dingin, sedikit air mata menitih langit lalu melukis pelangi cerah, waktu itu pertama kulihat dia. Menyandar didinding hanya dengan bercelana basket dan kaos masih dengan muka bangun tidur, matanya pun masih agak ragu untuk diartikan “malam yang nyenyak”, tapi senyumnya mengiyakan untuk menantang pagi ini. Memang beda, tidak seperti perempuan lain yang ada di aula, entah apa yang beda, mungkin terlalu “cuek” atau sejenisnya. Tapi kesan pertama yang timbul waktu itu “tomboy”. Berawal dari situ hanya sedikit rasa ingin tahu lebih, paling tidak tahu nama saja. Pagi berlalu, siang itu mata ku mencari-cari, tapi tak kutemukan wajah perempuan “tomboy” tadi pagi. Setiap selesai bernyanyi, selalu ku coba menerabas kerumunan mencari lagi. Malam itu aku lihat lagi, kali ini menggunakan jaket abu-abu, masih dengan wajah teduh tadi pagi. Memang mukanya terlihat sedikit pucat dan kelopak matanya sedikit menggembung seperti habis menangis, tapi semangat dari geraknya tubuhnya terlihat jelas dia menikmati tik-tok jam yang melaju. Sesekali senyum keluar dari bibirnya yang mungil, kadang membuat aku juga tersenyum melihatnya. Berlalu lagi hari ini, letih, jelas. Pagi itu sehabis makan pagi, antri air minum, aku lihat dia membawa botol aqua kosong, “pasti hendak mengisi air minum juga” pikir ku, cepat-cepat aku kekamar mengambil gelas dan kembali lagi ke antrian, sengaja ku biarkan dia duluan, kemudian aku menyela untuk mengisi gelas, maksudnya hanya ingin bertegur sapa saja dan paling tidak aku bisa lihat lebih jelas. Setelah itu banyak sekali sengaja aku adukan pandangan dengan dia. Malam terakhir, kebetulan kelompokku digabung dengan kelompoknya, ada kejadian yang lucu, waktu itu aku berdiri tepat disebelahnya, tiba dia terpeleset jatuh dan bertepatan dengan camera mengambil gambar. “sakit sih enggak, malunya itu lho…” celetuk ku. Ku lihat dia hanya tertawa, jelas sekali terlihat imutnya. Siang ketika mau pulang, nekat saja aku aku minta dia ngisi buku teman baru ku, ups betapa malunya aku, ternyata namanya sudah tercantum disana, entah kapan aku gak tahu, kok ada sudah ada namanya. Keluar dari aula berusaha aku ngobrol Tanya jurusan apa, hanya singkat dia menjawab “………” dan terus berjalan dengan temannya. Ups aku kehilangan kesempatan.
Lebih lanjut…
Namanya…….., lahir……….., kos………., no HP……….. waktu itu aku “hanya” menganggap ini cewek unik, tidak lebih, dan hanya ingin kenal saja. Nah waktu itu masih kepikiran untuk berteman, belum kepikiran yang macem-macem. Beberapa hari berlalu tentu saja kecanggihan teknologi ku manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dengan sms cukup untuk berkenalan lebih lanjut.
Minggu sore menjelang malam waktu itu adalah saat yang paling wah, pertama kalinya aku pergi kegereja bareng dengan dia, janjian didepan kolam renang, mungkin bukan sesuatu yang indah, tapi ketika helm dibuka rasanya tempat ini adalah surga para dewi khayangan. Pancaran sinar kharisma yang membelah tabir-tabir sore yang redup melintasi unjung kuku sampai memuncak di ubun-ubun. Mungkin kalau menurut adrea hirata ada 44 penyakit gila, mungkin ini penyakit gila nomor 45, “gila bener”.
Minggu ke dua kegereja dengan makan malam paling berkesan, Chorus cafee berubah menjadi tepian danau yang mengkilat dipayungi pelangi di mata gadis itu. Pandangannya kosong, tapi jelas memberi ribuan tanda tanya, beberapa kali kuberanikan mataku untuk beradu dengan pandangannya, saat itu cuma pelangi-pelangi cerah yang berduyun-duyun menghangatkan jiwa risau. Dst..,

Optimis tapi konyol…
Kali ini kuyakinkan bahwa jiwaku menginginkan lebih, kalau ini tumbuh menjadi cinta, bukan salahku, salahkan tubuh mungilnya yang mengemaskan, salahkan matanya yang indah bak danau yang memancarkan cahaya bulan, salahkan jiwanya yang berbudi, salahkan rambutnya yang kilaunya menyilaukan mata, salahkan runtutan waktu yang mempertemukan ku dengan dia. Malam itu setelah berdengung keras lagu-lagu pujian dari GMB, niatnya mau katakan cinta tapi bodohnya aku, menyesal aku dengan keisenganku “cowok mu gak marah kalau kamu aku ajak jalan?” Tanya ku iseng, “nggak” satu jawaban yang langsung menciutkan nyali, gugup jadinya, dalam hati sudah mengumpat ribuan bahasa tak ada arti. Waktu itu tersenyum menyangkal perasaan sendiri adalah siksaan yang terberat lebih pedih dari hukuman cambuk dinegeri serambi mekah.
Hari itu berlalu dan aku tak ingin ingat lagi kalau aku harus menahan pedih senyumku, sampai suatu siang di aula registrasi 2 saat PU gabungan dengan ,,,,,,dan ,,,,,, mas ,,,,, mengingatkanku pada hal keisenganku yang bodoh itu,
“mana…….?” Tanya mas ….,
“nggak tau mas” jawab ku bingung,
“masak gak tau sih” lanjut mas ………
“ah…,jangan buat gossip mas” jawabku kesal.
Setelah itu malas jadinya aku ikut menyanyi di PU ini.
Bukan aku namanya kalau cepat menyerah, berharap pada imaginasi konyol, terus saja mencoba dan mencari sela-sela untuk lebih dekat dengan dia. Aku cuma memikirkan kemungkinan terbaik, karena kemungkinan terburuk telah terjadi. Optimis, walau pun konyol.

Cinta itu masalah waktu…
Agaknya benar kalau orang katakan “cinta itu masalah waktu”, pasalnya karena waktuku yang sempit, banyaknya kegiatan, kadang aku juga merasa mengikis sedikit demi sedikit rasa. Degradasi rasa ini berpuncak suatu malam di Bosche cafee, awalnya penasaran gimana sih kegiatan yang dia senangi, lalu diserbu ribuan tentara tanda tanya. Ini ,,,,,,,…? Gak salah lihat…? Norak banget….? Emang cakep tapi…., setelah itu giliran group dance nakula, terperanjat setengah mati waktu itu, bukan lagi sosok ……… yang aku kenal, aku bahkan tak mengenali wanita muda yang berjoget di atas panggung itu. Sampai aku harus kembali lagi ke dunia nyata, ya itu memang ,,,,,,,. Meliuk-liukkan tubuhnya di atas panggung, dengan berbagai gaya, jelas dalam hati kalau aku jadi pacar atau orang tuanya sudah kuseret dia turun dari panggung lalu pulangkan ke salatiga. Yang jelas aku simpulkan sementara bahwa pacar dan orang tuanya adalah manusia yang panjang sabar. Disini habis perasaan yang ada pada ku, mungkin punya kepribadian ganda pikirku waktu itu. Bukan aku mengadili bahwa ngedance itu buruk, tapi aku merasa ada yang salah.
Dan lagi-lagi aku meng-kambinghitam-kan waktu…
Balapan dengan tik-tok jam ternyata membuat orang menjadi sedikit berusaha untuk bijak, memoar ini mungkin hanya pelampiasan perasaanku, katakan saja aku egois, karena memang begitu. Layak atau tidak tapi Cuma ini yang bisa aku buat…
Selamat ulang tahun ku ucapkan pada gadis ……….., ini kadoku untukmu, hanya sebuah pikiran berawal dari rasa cinta yang bercucuran dalam tulisan antah berantah ini.
Kado ini sebenarnya adalah buah ke egoisanku, karena nyatanya ini hanya perwakilan dari beberapa kata “aku sayang kamu, mau nggak jadi pacarku?”.
Lalu selanjutnya aku butuh jawaban dari pertanyaan ini.

“yang terucap akan berlalu bersama angin, yang tertulis akan mengabadi”.

Sebagai penutup ku tuliskan (bukan nulis denk, ngetik lebih tepatnya..hehehe…) sajak untuk gadis ……..,
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat disampaikan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.”

Readmore »»

ingat beberapa tahun yang lalu


sebelum semuanya menjadi mendung dan rintik air suci membasahi pipi dan menetes lewat dagu, aku ingin menyesali semuanya...
karena dingin adalah selimut terhangat dan nyanyian padang adalah doa yang masih layak terucap, makanya aku merintih sekrang ini,
dua terperangkap dalam kubangan yang sama...., apa lagi kalu bukan kambing...!!!
mirisnya dunia tertawa adalah kepedihan dimalam menjelang lonceng gereja menggaung, dengan segala rupa sayat diatas luka yang terluka, harusnya menimbulkan hasrat untuk berteriak mengaung kehadapan tembok ratapan yang sudah runtuh...
yang sekrang hatinya memendam kekesalan atas kesalahan akan mati karena ulahnya sendiri, kenapa tak dari dulu kau teriakkan ribuan roman picisan didepan penjara hati yang maih angkuh...
dan sekarang kau akan luluh, kemudian menggelapar karena 2 kali kau melelang cintamu pada tuan angkuh yang masih berkuasa dihati.
terlalu angkuh mengatakan bahwa yang ada memang rasa cinta, maka kau sendiri telah menjadi abu, maritrmu tak berartilagi, karena batarakala telah melenyapkanya menjadi debu-debu disekeliling candi rapuh bernamakan gadis yang tertawa karena kebodohanmu.
ingat kata teman lama, bahwa dunia ini sudah tua, bukan lagi saatnya beretorika, tapi nyatakan segalanya rasa cinta...
dan tahukah kau manusia kerdil, bahwa aku akan berlutut memohon ampun atas kebodohanmu. dan lagi-lagi waktu telah melenyapkan hatimu, hingga kau tak tahu lagi yang mana cinta dan benci...
aku bertutur karena layak aku meghakimi diri sendiri, dari pada harus mengakhiri semua dengan tipu...

maka kuakatakan aku cinta kamu...
asal tahu saja
bukan dia tapi kamu

Readmore »»