Thursday, March 11, 2010

membunuh

"sudah petang, aku sebaiknya pulang," katanya sembari menyambar sisa rokok yang masih menyala diatas asbak.

Matanya begitu tajam ketika melirik kursi tempat ia duduk tadi sebelum keluar. Pintu tertutup. Ia telah pergi. Malam menjadi semakin mencekam setelah ia pergi. Ia telah mengutuk malam sehingga menjadi merana. Malam adalah kebencian yang menggumpal menjadi gulita dalam dirinya.

***

Delapan belas tahun yang lalu, ia hanyalah anak kecil yang begitu polos. Ia menuruti segala perintah orangtuanya. Jika ayahnya menyuruh diam, ia akan diam sampai ayahnya meyuruhnya bicara. Ia akan berhenti bermain ketika ayahnya mengatakan berhenti.

Semuanya berjalan dengan begitu teratur. Bahkan ketika jam makan tiba, ia buru-buru duduk diruang makan dengan melipat tangan diatas meja. Ia akan menunggu ayahnya untuk makan bersama. Untuk itu ia harus menunggu lebih dari setengah jam.

Ketika hari menjelang malam, ia segera menyalakan sebuah sentir yang sudah dibersihkan. Lalu membawanya kedalam kamar kerja ayahnya. Dengan hati-hati ia meletakkan sentir diatas meja, semetara ayahnya terus bekerja. Ia kembali kekamarnya yang gulita. Ia sudah begitu hafal dengan kegelapan, sehingga ia tidak butuh meraba lagi untuk berjalan kedalam kamar.

Hal itu ia lakukan selama nyaris seumur hidupnya. Hingga suatu ketika, pada hari jadinya yang ke tujuh belas, ia ingin merasakan malam dengan cahaya dikamarnya. Sejak pagi hari ia berpikir bagaimana caranya supaya malam ini ia bisa membawa sentir itu kedalam kamarnya. Ia ingin melihat kamarnya pada malam hari.

Siang itu ketika makan siang ia memberanikan diri untuk bertanya pada ayahnya.

"yah, aku ingin malam ini membawa sentir dikamarku. Aku ingin melihat kamarku pada malam hari. kali ini saja."

Ayahnya hanya menggeleng. Ia pun diam, lalu menghabiskan makan siangnya.

Ketika hari mulai petang, ia menjadi gelisah. Ia kembali lagi pada ayahnya.

"yah, bolehkah aku membawa sentir kekamar?"

Sang ayah hanya menggelang. Ia pun kembali kekamarnya.

Tak berapa lama, sudah waktunya ia membawa sentir ke kamar kerja ayah. Dengan berat ia melangkah membawa sentir itu kekamar kerja ayahnya. Akhirnya ia berinisiatif untuk menunggu ayahnya hingga tidur lalu akan membawa sentir kedalam kamarnya.

Ayahnya duduk dikursi dan ia duduk dilantai. setelah sekitar dua jam, ayahnya tertidur dimeja kerja. Ia pun dengan segera mengambil sentir dan berlari menuju kamarnya. Ia begitu berdebar-debar memasuki kamar. Sesampai dikamar ia begitu takjub, ia mersakan kamarnya begitu teduh dengan cahaya dari sentir.

Tak lebih dari lima menit, terdengar teriakan ayahnya. Ia berlari membawa sentir ke kamar ayahnya. Sesaat ia sampai kamar ayahnya, ayahnya sudah tidak lagi berteriak. Ia melihat ayahnya duduk terkulai di kursi.

"yah,.."

tak ada jawaban dari ayahnya. Ia mendekati ayahnya, lalu menyentuh pundak ayahnya. Ayahnya jatuh ke lantai. ia melihat seekor ular melesat melalui lubang dibalik meja kerja ayahnya. Ayahnya meninggal.

***

Ia berlari menuju rumahnya, dadanya kembang kempis, nafasnya tersengal-sengal. Sesampai dirumah diambilnya sebilah pedang. Pada hari pemakaman ayahnya ia berjanji bahwa setelah ia menemukan ibunya, ia akan membunuh malam.

No comments: