Thursday, March 11, 2010

Jendela

(sambungan dari cacatan "mengenalmu" yang hilang entah kemana)

Jendela, sebagian orang menganggap seperti sebuah etalase yang memperlihatkan sesuatu diluar diri. Sebuah teropong untuk megintip keadaan yang berada diluar jangkauan. Bisa jadi keadaan yang baik atau bahkan buruk. Dalam tradisi cina Jendela adalah salah satu factor terpenting dalam penataan rumah. Besar-kecilnya, letaknya, dianggap memiliki pengaruh dalam kehidupan. Tapi bagiku apapun filosofi, fungsi atau apapun itu yang melekat padanya, jedela membuatku semakin ingin mengenalmu.

Semuanya berawal dari sore itu. Ketika itu aku sedang duduk bersandar pada sebuah jendela. Tak sengaja ku lihat kau duduk disana dengan beberapa temanmu. Mulanya aku tak yakin kalau itu adalah kau, pertama, kerena aku memang sudah sedikit lupa wajahmu sejak bertemu pertama kali, kedua, mataku sudah cacat, sulit diajak melihat dari kejauhan.

Setelah beberapa menit menyipitkan mata serta mengingat-ingat wajahmu, aku baru yakin bahwa itu adalah kau. Perempuan yang mengenakan jaket berwarna biru langit dan celana panjang jeans model anak muda jaman sekarang.

Lagu-lagu pujian ala gereja yang kau nyanyikan bersama teman-temanmu semakin menegaskan bahwa itu kau. Aku anggap bahwa nyanyian ini adalah salah satu cirimu. Aku melihatmu menyanyikan lagu gereja. Itu hal yang menyenangkan. Bukan karena suaramu bagus, tapi karena kau menyanyikannya dengan tulus. Aku melihat ketulusan itu dari keceriaanmu.

Aku yakin kau tak melihatku kala itu. Karena aku melihatmu dari balik jendela. Jedela memberiku celah untuk tetap diam-diam mengamatimu.

Karena jendela ini, aku benar-benar telah menjadi pengagum rahasiamu. Masih tak ada alasan, hanya ingin saja. Menjadi sangat nyaman melihatmu dari sini. Mungkin karena aku menjadi sangat leluasa untuk mengamatimu tanpa kau tahu. Tembok-tembok seolah menjadi jubah ajaib yang jika dikenakan akan menghilang dari pandangan mata. Ya, kau tak tahu.

Kau tak banyak bicara, hanya sesekali tersenyum, tertawa kecil. Aku teringat pertama kali bertemu denganmu. Baju putih, celana jeans biru, dan sepatu (seperti sepatu balet). Aku tidak sedang mendramatisir, tapi momen itu selalu menjadi sketsa yang menarik untuk ku.

Ketika itu aku menjabat tanganmu, tanpa menyebutkan nama. Kau pun sebaliknya, tak menyebutkan nama. Ya memang karena itu bukan sebuah momen perkenalan jadi tak perlu menyebutkan nama. Tapi sejujurnya aku berharap hari itu aku akan tahu namamu, bahkan jika di izinkan, tahu juga nomor hp-mu. Namun sayangnya tidak.

Aku secara tak sengaja menjumpai dirimu didunia maya. Lewat satu jendela didunia maya, aku baru tahu beberapa informasi tentang dirimu. Ya meski tak banyak, minimal aku sudah bisa menyebut namamu. Lagi-lagi jendela memberiku celah untuk diam-diam mengamatimu.

Ya aku hanya percaya jendela jugalah yang suatu saat akan membuatku makin mengenalmu. Maaf jika tulisan ini sangat tidak enak dibaca, ini karena computer yang lelet ini yang membuatku emosi dan tak focus. Lebih baik ku sudahi saja bualanku soal jendela. Biarlah jendela tetap memberiku celah untuk tetap menjadi pengagum rahasiamu.

No comments: